"Tadi saya sudah bertemu dengan Komnas HAM. Ditanya apa sikap provinsi terkait kejadian di Bima, saya sampaikan. Menurut pandangan kami, izin itu harus dihentikan. Kenapa? Karena ada luka yang dalam sekali di masyarakat. Masyarakat trauma dengan kerusahaan itu. Trauma dengan izin itu. Karena itu harus dicabut," kata gubernur di kantornya, Jalan Pejanggik, Mataram, Kamis (29/12/2011).
"Menurut saya, karena lukanya sudah dalam, saya tidak bisa membayangkan, perusahaan tertentu melanjutkan pengelolaan kembali, padahal di situ telah terjadi musibah besar," kata Gubernur melanjutkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya pikir soal hukum itu, kalau dari kabupaten, kemudian didukung Kementrian ESDM, mestinya bisa. Kalau provinsi pasti mendukung dan mengharapkan itu, karena itu salah satu elemen yang bisa menenangkan masyarakat," katanya.
Gubernur dari kalangan ulama ini menegaskan, pencabutan izin PT SMN akan menjadi pintu masuk mengurai masalah di Bima. Syaratnya pencabutan izin itu harus dibarengi dengan komunikasi pemerintah kabupaten dengan masyarakat, dengan dukungan pemerintah provinsi.
"Penanganan korban juga harus diselesaikan dengan baik, kemudian jaminan dari kepolisian tidak melakukan penangkapan warga kembali. Kalau ini dipastikan bersamaan, saya kira kita bisa capai dengan cepat pada jalan keluar. Dan sekarang sedang mengarah ke sana," kata Gubernur.
Izin Usaha Pertambangan yang dikantongi PTSMN diterbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnain pada 28 April 2010. PT SMN mendapat konsesi lahan eksplorasi cadangan emas di area seluas 24.980 hektar di tiga kecamatan yakni Lambu, Sape dan Langudu.
Perusahaan ini tengah melakukan eksplorasi di beberapa titik di dalam areal konsesi yang mereka peroleh. Namun eksplorasi dihentikan, menyusul protes yang merebak dari warga sejak Februari 2011. Kawasan eksplorasi mencakup area pemukiman dan juga sumber air yang menjadi andalan air minum warga setempat dan satu-satunya suplai kebutuhan irigasi lahan pertanian.
Bupati Bima kepada Komnas HAM berjanji akan mencabut izin PT SMN. Namun bupati memerlukan pendapat hukum dari Kementrian ESDM, mengingat dalam UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, izin hanya bisa dicabut jika perusahaan tambang melakukan tindak pidana, melalaikan kewajiban dan dinyatakan pailit.
(anw/anw)











































