Soal Kasus Mesuji dan Bima, Seskab Dipo Alam Bela Polri

Soal Kasus Mesuji dan Bima, Seskab Dipo Alam Bela Polri

- detikNews
Kamis, 29 Des 2011 18:10 WIB
Jakarta - Sekretaris Kabinet Dipo Alam tidak terima Polri dihujat sejumlah pihak menyusul pecahnya kerusuhan di Bima dan Mesuji. Menurutnya, masyarakat jarang berterima kasih jarang kepada Polri.

"Jangan seperti sekarang Polri dihujat, sehingga Polri dianggap sebagai pemadam kebakaran, dalam kasus di Bima dan di Mesuji. Kita jarang sekali berterima kasih Operasi Ketupat lancar, Operasi Lilin lancar, dibandingkan dengan di Negeria 28 orang meninggal di gereja dan sebagainya," kata Dipo.

Hal itu dikatakan Dipo dalam jumpa pers di Ruang Serbaguna Setneg, Jl Veteran, Jakpus, Kamis (29/12/2011). Hadir dalam jumpa pers Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha dan Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dipo melanjutkan, jika anggota dan satuan Polri melanggar prosedur dalam pengamanan masyarakat, sebaiknya itu dibawa ke proses hukum.

"Sudah ada aturan, sudah pasti bila ada angggota Polri yang eksesif dalam tugasnya dia dihukum," ujarnya.

Revisi UU

Dipo menilai, pecahnya kerusuhan di beberapa wilayah juga tidak terlepas dari masalah izin-izin pengelolaan sumber daya alam yang diberikan pemerintahan daerah kepada perusahaan. Karenanya, kata Dipo, perlu dilakukan revisi terhadap UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.

"Kalau UU 32 nanti direvisi, initinya izin-izin itu perlu ada kendali untuk kontrolnya. Jadi tidak bebas seperti itu. Ini yang sekarang sedang digarap sehingga cepat dikirim ampresnya ke DPR," ujar mantan aktivis mahasiswa 1966 ini.

Dipo mengatakan, yang terjadi sekarang adalah sering kali pemerintah pusat dan gubernur tidak tahu mengenai kontrak-kontrak yang dibuat bupati/walikota.

"Ketika bupati buat kontrak sesuai UU 32, itu gubernur dan pemerintah pusat juga kadang-kadang tidak tahu. Saya sering juga mendengar ada perubaban. Perubahan diteken perusahaan X, lalu dikasih ke perusahaan Y," keluhnya.

Menurut Dipo, tidak adil ketika kontrak diteken tanpa diketahui pemerintahan pusat, namun ketika terjadi masalah seperti ini, justru pemerintah pusat yang disalahkan.

"Menurut saya ini kurang fair, harusnya kita bersama-sama. Tekad bersama ini harus diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah," ujarnya.

(nal/nal)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads