"Kami sangat menyayangkan proses hukum bagi AAL. Ini menunjukkan polisi lebih sayang sandal miliknya daripada sayang terhadap anak-anak," kata Sekjen KPAI, M Ihsan, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (29/12/2011).
Menurut Ihsan, seharusnya anggota polisi menghormati Surat Edaran Kapolri yang isinya perintah mengedepankan kepentingan anak dalam kasus pidana. Surat Edaran ini adalah turunan dari Surat Keputusan Bersama (SKB) penegak hukum dan pihak terkait dalam penanganan perkara anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Posko dibuka di kantor pusat KPAI, serta jejaring KPAI di berbagai daerah seperti Solo, Yogya, Pekanbaru, Surabaya dan sebagainya. Diharapkan polisi lebih menyayangi anak-anak daripada sandal miliknya.
"Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, bisa menyumbang sandal jepit, sandal biasa, baru atau bekas ke kantor KPAI di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta. Nantinya sandal yang terkumpul akan kami sumbangkan pada Kapolri supaya polisi ingat anak-anak Indonesia," tutup Ihsan.
Kisah ini bermula pada November 2010 ketika AAL bersama temannya lewat di Jalan Zebra di depan kost Briptu Ahmad Rusdi. Melihat ada sandal jepit, ia kemudian mengambilnya. Suatu waktu pada Mei 2011, Polisi itu kemudian memanggil AAL dan temannya. Menurut Briptu Ahmad, kawan-kawannya juga kehilangan sandal. AAL dan temannya pun diinterogasi sampai kemudian AAL mengembalikan sandal itu.
Selain diinterogasi, AAL juga dipukuli dengan tangan kosong dan benda tumpul. Akibatnya, AAL mengalami lebam di punggung, kaki dan tangan. Kasus ini bergulir ke pengadilan dengan mendudukkan AAL sebagai terdakwa pencurian sandal. Jaksa dalam dakwaannya menyatakan AAL melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 362 KUHP tentang Pencurian dan diancam 5 tahun penjara.
(asp/nrl)