Trisman meninggal dunia dalam usia 49 tahun. Trisman meninggalkan seorang istri, Mely, dan putra tunggalnya Muhammad Ikhsan.
Penulis puluhan buku kajian, penelitian, sastra dan Bahasa Indonesia ini dikenal sebagai sosok penting dalam pengembangan sastra modern di Palembang dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Sebab, sebagai Kepala Balai Bahasa Sumatera Selatan, dia banyak melaksanakan program yang menciptakan iklim bersastra di Palembang.
βDia tokoh penting, sebab dia selalu mendorong dan memfasilitasi para
pekerja sastra untuk terus berkarya. Dia enak diajak diskusi, mulai
dari persoalan pribadi maupun tentang hal-hal besar,β kata Anwar Putra
Bayu, penyair Palembang, kepada detikcom, Minggu (18/12/201).
βDia itu sudah enak kerja di Pusat Bahasa. Tapi dia memilih memimpin Balai Bahasa Sumsel, guna mendorong kota yang menurutnya akan melahirkan banyak karya sastra besar,β kata Bayu.
Dijelaskan Bayu, saat dia bertemu dengan Trisman sepekan lalu di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, kondisi Trisman tampak sehat setelah beberapa lama mengalami sakit diabetes dan dia berencana membuat sebuah acara pada akhir Desember 2011 ini, sebagai acara pelepasan dirinya sebagai Kepala Balai Bahasa Sumsel.
Selain banyak menulis buku, menjadi pembicara ilmiah, Trisman juga terlibat dalam berbagai kegiatan budaya di Palembang. Misalnya Pertemuan Penyair International tahun 2006, serta Tim Dialog bersama Djohan Hanafiah pada pertunjukkan βPrasasti 13 Abad Kebangkitan Sriwijayaβ karya Erwan Suryanegara tahun 2008.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
βDari HI ke Sahid saja sudah satu jam! Masya Allah macetnya Jakarta,β tulis Trisman dalam Facebooknya.
(tw/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini