Jutaan Dolar Masuk RI Tanpa Kontrol, Rawan Pencucian Uang

Jutaan Dolar Masuk RI Tanpa Kontrol, Rawan Pencucian Uang

- detikNews
Jumat, 16 Des 2011 06:10 WIB
Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menerima laporan dari Ditjen Bea Cukai soal uang tunai mencurigakan dalam jumlah besar yang masuk ke Indonesia. Hal ini dinilai merupakan modus penyelundupan uang yang berindikasikan pidana pencucian uang.

"Dengan dilaporkan oleh Bea Cukai, ada dua kemungkinan, ini adalah penyelundupan atau ini adalah pencucian uang," ujar pengamat pidana pencucian uang, Yenti Garnasih dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (15/12/2011) malam.

Yenti menyatakan, tidak dibenarkan untuk mengirimkan uang tunai, terlebih dalam jumlah besar melalui Bea Cukai. Jadi jika memang ada penyelundupan uang seperti ini, yang harus dilakukan oleh penyidik Bea Cukai adalah mendalami motif pengiriman uang tersebut dari si pengirim maupun penerima.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau memang mau ditangani, si pengirim ada, terus ditanya, kalau dia melanggar ketentuan, kena kejahatan penyelundupan, kan yang diselundupkan uang, untuk apa dan darimana. Nanti pasti ketahuan kalau ada pencucian uang," tuturnya.

Yenti menilai, jika memang uang yang dikirimkan tersebut adalah uang halal, seharusnya dilaporkan terlebih dahulu kepada pihak Bea Cukai maupun pelabuhan atau bandara. Jika tidak dilaporkan, patut diduga ada unsur kejahatan di dalamnya. Tapi jika memang kemudian diketahui uang tersebut adalah hasil kejahatan, maka bisa ditebak arahnya ke pidana pencucian uang.

Kewenangan untuk menelusuri uang-uang mencurigakan ini, menurut Yenti, bukan hanya milik polisi atau jaksa saja, tapi juga penyidik Bea Cukai. Sejak Oktober 2010 lalu, penyidik Bea Cukai memiliki wewenang untuk menyidik pidana pencucian uang. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang baru, yakni UU Nomor 8 Tahun 2010.

"Kalau penyidik Bea Cukai lihat ada indikasi pencucian uang, lakukan pendalaman, uang ini darimana, untuk tujuan apa," ucap staf pengajar di Universitas Trisakti yang merupakan doktor pencucian uang pertama di Indonesia ini.

Menurut Yenti, perlu dibuat regulasi yang membatasi transaksi tunai. Bahkan lebih baik jika suatu saat pemerintah meniadakan transaksi tunai untuk menghindari praktek pencucian uang.

"Seharusnya transaksi tunai jangan ada lagi, semua harus melalui transfer, supaya semua terlacak, untuk apa dan tujuan apa. Trennya suatu saat harus menghindari transaksi uang tunai. Ketika ada transaksi tunai harus dilihat benar-benar, kan susah melacaknya," tandas Yenti.

Sebelumnya, Kepala PPATK M Yusuf mengaku ada laporan dari Ditjen Bea Cukai uang tunai yang masuk ke Indonesia dalam jumlah besar. Diduga, uang itu untuk transaksi suap. Untuk bulan Mei 2011 saja, ada total uang sebanyak 36.494.500 dollar Hongkong dan US$ 143.500 yang masuk ke Tanah Air. Tidak hanya uang masuk, Yusuf juga menerima laporan ada dana tunai cukup besar keluar dari Indonesia. Duit tersebut sekitar 400 ribu Euro, US$ 64 juta dan 203 juta Yen.

(nvc/mad)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads