"Bagi saya, tidak ada maaf pada Soeharto," ungkap Sukmawati dalam acara bedah buku "Creeping Coup d'Etat Mayjen Suharto" di Toko Buku Gramedia, Amplaz Jl Laksda Adisucipto Yogyakarta, Kamis (8/12/2011) sore.
Menurut dia, Mayjen Soeharto yang saat itu menjadi Pangkostrad dan TNI AD lainnya telah melakukan pelanggaran HAM yaitu dengan melakukan penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI. Orang-orang dekat Soekarno termasuk 1 menteri anggota Kabinet Dwikora juga ditangkap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sukma mengatakan dirinya juga setuju dengan istilah Creeping Coup d'Etat atau kudeta merangkak atau perlahan-lahan seperti yang diungkapkan dan dianalisa para pakar politik asing seperti Ben Anderson melalui tulisan-tulisan di Cornell Paper.
Menurutnya kudeta tahun 1965 termasuk kudeta yang lambat. Meski target utama adalah presiden namun yang terjadi pada awalnya justru pada petinggi militer/jenderal, parpol pendukung. Selanjutnya para menteri atau pengikut Soekarno termasuk pimpinan PNI waktu itu juga dihabisi.
"Presiden adalah target terakhir seperti yang dialami Bung Karno. Ini bukan kudeta PKI meski ada oknum pimpinan PKI yang salah. Ini kudeta militer karena yang melaksanakan semua di lapangan adalah militer," katanya.
Sukma mengaku tidak ada hubungan kedekatan antara Bung Karno dengan Pangkostrad Mayjen Soeharto menjelang peristiwa 1965. Bung Karno hanya dekat Soeharto waktu perjuangan Trikora membebaskan Irian Jaya tahun 1961. Ayahnya justru lebih dekat dengan Menpangad Jenderal Ahmad Yani yang waktu itu melaksanakan konfrontasi dengan Malaysia.
Menurut dia, saat Bung Karno mengeluarkan Supersemar juga ada tekanan dari 3 orang jenderal yang mendatanginya di Istana Bogor. Setelah keluar surat tersebut, Bung Karno akhirnya mengetahui kalau hal-hal yang tersebut dalam surat itu tidak dilaksanakan sebaik-baiknya oleh Soeharto, bahkan bertindak semena-mena.
Buku Creeping Coup d'Etat Mayjen Suharto setebal 160 halaman diterbitkan oleh Media Pressindo dengan penyunting Eddi Elison dan Khoirotul Laila. Buku ini merupakan catatan Sukmawati setelah Bung Karno diturunkan dari jabatan presiden hingga Bung Karno wafat. Bagi Sukma, Bung Karno bukan hanya ayah biologis saja tetapi juga ayah ideologis sekaligus mahaguru politik.
(bgs/anw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini