13 Kasus Korupsi yang Belum Terselesaikan Versi ICW

13 Kasus Korupsi yang Belum Terselesaikan Versi ICW

- detikNews
Kamis, 08 Des 2011 17:12 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tantangan yang tidak mudah dalam pemberantasan korupsi. Nah, di bawah kepemimpinan pimpinan baru KPK nantinya, setidaknya ada 13 kasus korupsi yang harus dibereskan.

Berikut ini 13 kasus korupsi yang belum terselesaikan versi Indonesia Corruption Watch:

1. Kasus korupsi bailout Bank Century
2. Suap cek pelawat pemilihan Deputi Senior BI
3. Kasus Nazaruddin sepeti wisma atlet dan hambalang
4. Kasus mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan dan jejaring mafia yang lain
5. Rekening gendut jenderal Polri
6. Suap program Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Kemenakertrans
7. Korupsi hibah kereta api di Kemenhub
8. Korupsi pengadan solar home system (SHS) di Kementerian ESDM
9. Korupsi sektor kehutanan khususnya di Pelalawan Riau
10. Kasus mafia anggaran berdasar laporan Wa Ode Nurhayati
11. Kasus korupsi sektor migas dan tambang yang melibatkan Freeport Newmont dan Innospec 12. Korupsi penyelenggran ibadah haji yang melibatkan Kemenag
13. Korupsi dana bansos di Banten.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketiga belas kasus korupsi yang jadi PR KPK itu disampaikan anggota badan Pekerja ICW, Tama S Langkun, di Kantor ICW, Jl Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis (8/11/2011).

Tama menilai ke depannya KPK tidak hanya akan menghadapi serangan balik dari koruptor, tetapi juga menghadapi tekanan politik dan ancaman internal. Di sisi lain KPK juga dituntut untuk mampu memberikan hasil nyata dalam program pemberantasan korupsi.

"Pada capaian KPK jilid 2 kemarin, memang sudah ada sejumlah prestasi yang baik seperti ditangkapnya beberapa pejabat selevel menteri dan juga menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR. Namun prestasi KPK itu juga bukan tanpa kritik," tutur Tama.

Menurut dia, kasus-kasus yang belum mampu diselesaikan KPK utamanya adalah kasus yang berkaitan dengan kekuasaan dan mafia politik, sehingga membuat KPK dianggap tebang pilih.

"KPK sangat minim sekali memberikan informasi kepada publik terkait apa yang sudah dilakukan dan apa indikator keberhasilannya pada kasus-kasus tersebut," sambung Tama.

Padahal, lanjut dia, berdasarkan realisasi anggaran, penyerapan anggaran untuk program pencegahan lebih besar daripada penindakan. Strategi pencegahan yang masih bersifat acak atau tidak fokus pun dinilai menjadi salah satu kendala.

"Untuk itu KPK perlu meningkatkan kembali sinkronisasi fungsi penindakan dan pencegahan agar dapat menyelesaikan kasus tersebut," ucap Tama.

(vit/anw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads