Aru adalah WN Malaysia keturunan India yang telah mundur dari PT KAM sejak tahun 2010 lalu. PT KAM mengatakan, Aru memerintahkan pengendalian hama sejak tahun 2008 lalu.
"Jadi ada rapat internal, GM (Aru Mugem Samugem) berkebijakan soal pengendalian hama sejak tahun 2008. Kebijakan itu menyusul adanya laporan bibit sawit yang ditanam, ada yang rusak," kata Legal Officer PT KAM, Dalmasius, saat memberikan keterangan kepada wartawan di Samarinda, Jumat (25/11/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau hama orang utan, dilihat dari bekas jejak kaki yang berukuran lebih besar dari monyet. Meski begitu, kebijakan itu bukan kebijakan perusahaan PT KAM. Jadi kebijakan itu, murni otoritas kebun," tambah Dalmasius.
Menyusul posisinya sebagai Legal Officer PT KAM, Dalmasius juga mengaku telah diberi kuasa untuk menjadi kuasa hukum 2 kliennya, Senior Estate Manager PT KAM berinisial Ph dan Head Estate PT KAM berinisial Wd, yang sejak Kamis (24/11) kemarin ditetapkan sebagai tersangka kasus pembantaian orang utan.
"Jadi klien saya (Ph) stress dan marah dijadikan tersangka. Karena semua kebijakan di lapangan dan kebun, atas perintah GM saat itu. Kebijakan GM dalam rapat itu menyebutkan, pemberantasan hama untuk monyet Rp 200 ribu dan orang utan Rp 1 juta," sebut Dalmasius.
Dalmasius juga menegaskan, Aru baru tahu kalau terdapat penyimpangan, orang utan dan monyet dibunuh pada tahun 2010 lalu. "Memang, ada uang perusahaan mengalir untuk pembayaran upah pembasmian hama itu. Sudah dibayarkan," akunya.
Dalmasius mengaku tidak tahu persis berapa banyak satwa orang utan, yang telah dibunuh 2 tersangka sebelumnya yakni IM (32) dan MJ (33) sejak tahun 2008. Namun demikian, Dalmasius membenarkan ada tagihan (invoice) pembayaran pembasmian hama yang diterima PT KAM.
"Barang bukti yang disita penyidik antara lain 20 lembar invoice. Perlembar invoice ada tagihan rata-rata Rp 20-25 Juta karena itu tagihan kolektif dari pekerja di lapangan. Hanya saja, di invoice itu tidak menyebutkan detil hama yang dimaksud. Apakah itu hama landak, tikus, monyet atau orang utan," kilah Dalmasius.
Juga diakui Dalmasius, PT KAM tidak memasang pemberitahuan terbuka terkait jenis-jenis hama, terutama yang dilindungi oleh negara bahkan dunia internasional. "Untuk itu, karena kasus ini sudah bergulir, klien saya (tersangka Ph) tetap mematuhi prosedur hukum di Indonesia. PT KAM pun akan bersikap kooperatif terhadap penyidik kepolisian," tutup Dalmasius.
Seperti diberitakan, polisi telah menetapkan 4 tersangka terkait dugaan kasus pembantaian orang utan Kalimantan jenis Morio (Pongo Pygmeus Morio), di Kutai Kartanegara, Kaltim.
Adapun sejumlah barang bukti yang disita polisi antara lain berupa senapan angin, sebagian tulang rangka orang utan serta ribuan lembar dokumen pembayaran upah pembasmian hama, termasuk 'hama' orang utan. Para tersangka, mengaku mendapat upah Rp 200 ribu untuk keberhasilan membunuh monyet dan bekantan serta Rp 1 juta untuk membunuh orang utan.
(fay/fay)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini