Prof Seoungwon Lee: Bila Masyarakat Tak Bahagia, Itu Bukan Demokrasi

Prof Seoungwon Lee: Bila Masyarakat Tak Bahagia, Itu Bukan Demokrasi

- detikNews
Jumat, 25 Nov 2011 17:00 WIB
Jakarta - Banyak pakar mencoba mengartikan makna sesungguhnya dari demokrasi. Profesor Seoungwon Lee dari Universitas Sungkonghoe, Korea Selatan, mempunyai pendapat lain mengenai demokrasi. Menurutnya demokrasi bukanlah soal pemilu atau banyaknya parpol, namun menyangkut kebahagian masyarakat.

"Demokrasi bukan soal pemilu, bukan soal partai mana yang menang atau kalah. Bukan pula soal siapa yang menjadi presiden. Tapi demokrasi adalah simbol kehidupan, kebahagiaan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan yang harus bisa didapatkan oleh masyarakat. Kalau masyarakat tidak bahagia berarti itu buka demokrasi," kata Lee.

Hal itu disampaikannya dalam seminar bertajuk (De)Monopolization of Democrazy in Asia: Cases of Indonesia, The Philippines, and South Korea, di Auditorium AJB Fisip Universitas Indonesia, Depok, Jumat (25/11/2011).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lee menceritakan banyak orang menilai negerinya lebih kebarat-baratan ketimbang negeri Asia lainnya. Dari pertanyaan itu pula dia menemukan demokrasi di setiap negara merupakan kolaborasi antara pengertian demokrasi secara akademik dan aktivitas masyarakat di negeri itu sendiri.

"Bahkan untuk menilai demokrasi bisa dilihat dari aktivitas masyarakat di sub unit terkecil. Makanya setiap kali ada konflik etnik atau konflik antar daerah saya tidak tahu mengapa definisi demokrasi akhirnya bisa sangat berbeda," tutur pria berkaca mata ini.

Sedangkan mengenai indeks demokrasi di negara-negara, Lee sebetulnya mengkritisi mengapa setiap negara harus dibandingkan dengan menggunakan angka. Mengenali demokrasi negara pun menurutnya tidak bisa semudah membandingkan angka-angka tersebut.

"Kita harus melihat demokrasi kita sendiri lalu melihat demokrasi di negara lain baru kita bisa mengenal lebih demokrasi di negara kita sendiri," ujarnya.

Dalam seminar itu, Lee pun memaparkan penilaian indeks demokrasi di negeri Gingseng itu. Dari riset yang ia dan tim lakukan sejak awal Juni hingga akhir Juli 2011, ditemukan indeks demokrasi Korsel itu 4,90 dari angka 0-10.

"Angka itu termasuk rendah namun angka itu tidak bisa dibandingkan dengan indeks di negara lain karena angka itu merupakan hasil dari responden di Korsel," terang Lee dengan nada tegas.

Sementara itu masih dalam seminar yang sama, perwakilan dari The Third World Study Center University of Phillipines, Clarinda Lusterio Berja, juga memaparkan hasil riset indeks demokrasi di negaranya. Clarinda dan tim melakukan riset sejak awal Agustus hingga akhir Juli 2011 dengan mengajak 27 responden ahli untuk ditanyai, ditemukan indeks Filipina adalah 5,7 dari angka 0-10.

"Kesimpulan yang kami dapat adalah demokrasi di negeri kami masih dalam tahap proses. Formasi dari demokrasi sendiri terdiri dari politik, ekonomi dan sosial yang saling kait-mengait. Bila satu faktor terkena masalah maka dampak juga akan terkena pada faktor lain," imbuh Clarinda.

(nal/nal)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads