"Kita sudah siap semuanya, tapi yang kita hadapi sekarang adalah kendala implementasinya. Meski sosialisasi terhadap rencana pembangunan PLTN masih terus dilakukan," kata Deputi Menteri Bidang Jaringan Iptek, Kemenristek, Prof Dr M Syamsa Ardisasmita, DEA, di Fakultas Teknik (FT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (9/11/2011).
Menurut dia, riset pembangunan reaktor nuklir sudah dimulai sejak 1964. Dalam hal infrastruktur, regulasi, reaktor nuklir hingga kapasitas sumber daya manusia (SDM) juga dianggap paling siap dibandingkan dengan segara Asean lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, pasokan energi fosil seperti batubara, gas dan minyak bumi Indonesia akan semakin menipis. Dengan demikian, di masa depan semua negara termasuk Indonesia akan sangat bergantung pada energi nuklir.
Menurutnya, saat ini energi nuklir juga dinilai paling murah dan tidak membutuhkan biaya besar dibanding lainnya. Biaya produksi energi nuklir hanya USD 3 sen per kwh. Batubara USD 6 sen, geothermal USD 9,2 sen dan gas hampir 3 kali lipat dari biaya geothermal.
"Kalau dari energi geothermal, mikrohidro dan solar sel, kita akan kesulitan mendapat pasokan energi listrik yang cukup besar," katanya.
Syamsa mengatakan jumlah SDM yang ahli di bidang energi nuklir di Indonesia mencapai 4 ribu orang. Jumlah tersebut sangat mendukung pembangunan PLTN. Sebab pembangunan satu PLTN membutuhkan sekitar 800 tenaga ahli bidang nuklir.
"Malaysia baru memiliki SDM sekitar 300 orang. Sehingga mereka juga menawarkan akan memperkerjakan tenaga dari Indonesia jika mereka sudah siap membangun PLTN," katanya.
(bgs/feb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini