"TNI AL benar-benar telah merampas hak sipil dan tak patuh pada ketentuan hukum yang dihormati dan dijunjung tinggi di negeri ini," kata kuasa hukum ahli waris, Ngatino kepada wartawan di Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta, Selasa, (1/11/2011).
Perjuangan selama 15 tahun bukan waktu yang pendek. Warga yang memiliki lahan di RW 02, 03 dan 05 Kelapa Gading Barat ini mulai melawan sejak 1995. Mereka berturut-turut menang di semua tingkatan pengadilan yaitu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dalam putusan 11 Maret 2011, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada 9 April 1998, kasasi MA pada 17 Maret 1998 dan Peninjauan Kembali MA pada 14 Maret 2002.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama 15 tahun hingga saat ini, klien kami sebagai rakyat kecil tidak dapat mempergunakan tanah tersebut. Sementara TNI AL tidak mempunyai hak lagi atas tanah tersebut dengan sengaja dan arogan kembali membangun beberapa gedung bertingkat," terang Ngatino.
Tanah yang cukup luas tersebut kini sebagian dimanfaatkan warga untuk ditanami kangkung. Sedang sisa lainnya, di bangun gedung PUSMPOMAL beserta taman dan jalan. Selain itu TNI AL juga tengah membangun dua buah gedung di tengah lahan dan di bagian belakang lahan yang belum diketahui peruntukannya.
"Kami meminta dengan tegas, bantuan Komnas HAM untuk menghentikan penyerobotan tanah ini. Karena jelas-jelas, tanah tersebut adalah milik warga," tuntas Ngatino.
Ahli waris dan kuasa hukumnya diterima Komnas HAM yang diwakili oleh wakil ketuanya, Nurkholis. Dia berjanji akan menindaklanjuti aduan dan menuntaskan kasus tersebut sepanjang kewenangan Komnas HAM.
"Masalah ini karena warisan masa lalu, Dwi Fungsi ABRI dan sistem adsministrasi pertanahan kita yang amburadul," komentar Nurkholis.
(asp/her)