Jaksa: Kekerasan Fisik Penyebab Irzen Okta Tewas

Jaksa: Kekerasan Fisik Penyebab Irzen Okta Tewas

- detikNews
Senin, 24 Okt 2011 16:24 WIB
Jakarta - Penyebab kematian nasabah Citibank, Irzen Octa, diungkap dalam persidangan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Irzen mengalami pecah pembuluh darah di otak yang dipicu oleh kekerasan fisik.

Demikian dakwaan yang disampaikan JPU dalam sidang 5 terdakwa penganiaya nasabah Citibank, Irzen Octa, di ruang sidang utama Oemar Seno Adji, PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2011).

"Sebab pasti kematian adalah akibat penyakit pecahnya pembuluh darah bagian bawah batang otak yang menimbulkan pendarahan di dalam bilik otak, hingga menyumbar saluran cairan otak dan menekan batang otak hingga terjadi mati lemas (asfiksia)," papar jaksa Ery Yudianto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ery memaparkan penyebab kematian tersebut diketahui dari hasil visum et repertum No 309/Sk.V/III/2011 tanggal 4 April 2011 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo dan ditandatangani oleh dr Ade Firmansyah Sugiharto, SpF.

"Keterangan ahli forensik menyatakan pecah pembuluh darah otak dapat dipicu oleh adanya kekerasan secara fisik maupun psikis," kata Ery.

Menurut dia, berdasarkan keterangan saksi ahli Nathanael Elnadus Johanes Sumampouw, tindakan para terdakwa yang membentak dan memukul meja merupakan tindakan yang bermuatan kekerasan dan berdampak pada kondisi psikis seseorang.

"Dampak psikis berat tersebut mempengaruhi kondisi fisik korban Irzen Octa sehingga kondisi ini memicu meninggalnya Irzen Octa," terang JPU.

Dalam dakwaan tersebut, JPU menyebutkan, Irzen Octa diinterogasi oleh 3 terdakwa, yakni Arief Lukman, Henry Waslinton, dan Donald Harris dengan penuh bentakan dan intimidasi fisik. Di mana para terdakwa sempat berbicara dengan nada tinggi sembari memukul meja dan menendang kursi yang diduduki Irzen Octa.

Interogasi tersebut disebutkan terdakwa merupakan perintah dari terdakwa Boy Yanto Tambunan dan Humisar Silalahi. Kelima terdakwa merupakan karyawan pada PT Fanismasyara Prima dan PT Taketama Star Mandiri, yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penagihan hutang mewakili Citibank.

Saat proses interogasi berjalan dengan penuh intimiasdi, para terdakwa juga melarang Irzen Octa keluar ruangan. Perbuatan ini disebut jaksa melanggar pasal pidana perampasan kemerdekaan orang lain.

Setelah dilarang, selanjutnya Irzen Octa mengeluh sakit kepala dan jatuh pingsan. Namun para terdakwa malah meninggalkan Irzen Octa yang terjatuh di lantai sendirian di ruangan interogasi tersebut.

Kemudian saat terdakwa Arief Lukman mencoba membangunkan Irzen, Irzen hanya menggelengkan kepala dan dari mulutnya keluar cairan berbusa. Melihat kondisi ini, terdakwa Arief menelepon saksi Tubagus Surya Kusuma melalui telepon genggam Irzen. Kemudian saksi Tubagus datang ke kantor Citibank dan memeriksa kondisi Irzen. Saat memeriksa denyut nadi diketahui Irzen sudah tidak bernapas dan Irzen lantas dibawa ke RS AL Mintoharjo.

Dari hasil visum saat itu, JPU menuturkan, ditemukan pendarahan di bawah selaput keras otak dan selaput lunak otak, bekunya darah di bilik otak, memar jaringan otak kecil, resapan darah pada batang otak dan pecahnya percabangan pembuluh darah di bagian bawah batang otak. Disimpulkan dalam visum bahwa penyebab kematian Irzen akibat tekanan psikis yang berujung pada pecahnya pembuluh darah di otak.

"Luka lecet yang terdapat pada hidung korban akibat kekerasan tumpul yang tidak menyebabkan kematian. Perkiraan kematian antara dua sampai enam jam sebelum pemeriksaan, yakni tanggal 29 Maret 2011 antara pukul 12.35-16.35 WIB," jelas JPU.

Namun, dalam hasil otopsi ulang yang dilakukan dr Mun'I'm Idries, SpF terhadap jenazah Irzen Octa yang ditandatangani 10 Mei 2011, ditemukan juga tanda-tanda kekerasan fisik pada tubuh Irzen. Dari pemeriksaan mikroskopik, ditemukan memar-memar akibat kekerasan benda tumpul pada tubuh Irzen.

"Adanya tanda-tanda kekerasan dalam hal ini, luka lecat, memar pada batang otak, serta pendarahan seperti tertuang dalam hasil sementara, serta memar pada bagian tubuh lainnya menunjukkan bahwa penyebab kematian Irzen Octa ada kaitannya dengan kekerasan tumpul," terang JPU.

Dalam dakwaan ini, kelima terdakwa terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara. Kelimanya dikenai dakwaan berlapis mengenai perampasan kemerdekaan seseorang dan penganiayaan yang berakibat pada kematian, serta perbuatan tidak menyenangkan.

Persidangan yang dipimpin 3 Majelis Hakim, yakni Subyantoro, Didik Setyo Handono, dan Maman M Ambari, akan dilanjutkan pada 31 Oktober mendatang. Agenda sidang selanjutnya yakni pembacaan nota keberatan atau eksepsi oleh pihak terdakwa.

(nvc/aan)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads