BK DPR Melempem Hadapi Anggota Dewan Bermasalah

BK DPR Melempem Hadapi Anggota Dewan Bermasalah

- detikNews
Minggu, 09 Okt 2011 13:53 WIB
Jakarta - Melempem. Itulah penilaian Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) pada Badan Kehormatan (BK) DPR. Kala menghadapi anggota DPR yang bermasalah dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat soal pelanggaran kode etik anggota, BK DPR dianggap kurang menggigit.

"Partai Demokrat telah memberhentikan Nazaruddin dari bendahara partai dan dipecat dari keanggotaan partai, tapi BK DPR belum memberikan sanksi apapun terhadap Nazaruddin," kata Koordinator Formappi, Sebastian Salang dalam jumpa pers dua tahun kinerja DPR di kantor Formappi, Jl Matraman Raya 32 B, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2011).

Pun kepada anggota Dewan lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka maupun telah dijatuhi pidana oleh pengadilan, Formappi melihat belum ada tindakan apa pun dari BK. "Misbakhun, Panda Nababan, Dudi Makmun Murod itu telah ditetapkan sebagai tersangka tapi juga tidak diberikan tindakan. Padahal Misbakhun sampai dibebaskan. Juga Arifinto yang kemudian mengundurkan diri. Keduanya di-PAW tapi tidak ada sanksi dari BK, hanya dari partai," tutur Sebastian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika BK lebih responsif, lanjutnya, sejumlah anggota Dewan yang terlibat kasus hukum seharusnya tidak berhak menerima gaji. Karena sesuai UU MPR, DPR, DRD dan DPR (MD3), seseorang yang telah menjadi tersangka tindak pidana khusus diberhentikan sementara dan jika menjadi terpidana diberhentikan permanen, serta tidak menerima gaji dari DPR.

"Kinerja BK di tahun kedua ini sangat buruk, melempem. Pelanggaran etik tidak bernah diberi sanksi tegas oleh BK. BK tidak memiliki keberanian memberikan sanksi kepada elite partai," tambah Sebastian.

Buruknya kinerja BK sangat terlihat ketika masing-masing fraksi menyelamatkan anggotanya yang terkena kasus. Tak hanya itu, terhadap anggota yang sering membolos juga belum ada tindakan tegas.

"Kita berikan rekomendasi, jika perlu dibentuk komite etik independen untuk menilai dan memberi saksi jika anggota BK melanggar kode etik dan tidak melaksanakan fungsinya secara efektif," imbuh Sebastian.

Dia berpendapat BK DPR juga perlu dirombak. Antara lain dengan memasukkan unsur non-anggota DPR untuk menjadi anggota BK sehingga lebih obyektif dalam bersikap.

(vit/nwk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads