"Saya begitu turun dari pesawat dan menginjak tanah Arab membatin 'Ya, Allah di sini penderitaan Umi. Saya tidak bisa membayangkan penderitaan dia," kata Een saat ditemui usai pemaparan hasil investigasi kasus Ruyati di Kantor Migrant Care, Jl Pulo Asem Utara I, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (27/8/2011).
Selama 7 hari, dari tanggal 11-20 September 2011 yang lalu, Een ikut perjalanan tim investigasi kasus Ruyati ke Arab Saudi. Tim yang dinamai Aliansi Masyarakat Sipil untuk Advokasi dan Perlindungan TKI itu terdiri dari Migrant Care, Fatayat NU, KontraS, serta sejumlah lembaga NGO lainnya. Tim berangkat dengan dana publik yang dikumpulkan dari gerakan "Rp 1.000 untuk TKI".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di masjid itu pula Ruyati, TKW asal Bekasi, Jawa Barat, dipancung pada 18 Juni 2011 lalu. Bukan di Masjidil Haram seperti diberitakan selama ini. Een mengelilingi Masjid Tan'im dan ditunjukkan lokasi persis di mana ibunya menghadapi qishas. Sampai di situ, ia merasa sangat 'terpukul' dan nyaris tak kuat menahan kepedihan.
"Pokoknya di samping masjid itu lokasinya. Saya sangat terpukul, di situlah detik-detik terakhir Umi," kenang putri sulung Ruyati ini.
Een menyempatkan diri salat di dalam Majid Tan'im. "Saya salat di sana dan berdoa semoga
Umi diterima di sisi Allah dan diampuni dosa-dosanya," ucap ibu empat anak ini.
Setelah dari Masjid Tan'im, tim menuju ke tempat dimakamkannya jenazah Ruyati. Pemakaman itu terletak di Sarai (Sharaya), Mekkah. Menurut informasi yang diperoleh tim, Ruyati dimakamkan pada hari di mana almarhumah dipenggal kepalanya. Namun, sebelum dimakamkan, jenazah Ruyati dibawa ke rumah sakit untuk disatukan kembali dengan cara dijahit.
Makam di Sharaya itu luas sekali. Een bertemu dengan penjaga makam yang menguburkan ibunya. Pria itu bernama Ikhsan. "Pas dia melihat saya, dia bilang kalau wajah saya mirip dengan Umi," kata Een.
Sayangnya, Een tidak bisa mendekat ke makam Ruyati, karena perempuan diharamkan masuk ke pemakaman Sunni tersebut. Alhasil, ia hanya bisa mengamati ribuan makam dari kejauhan tanpa mengetahui yang mana makam ibunya. Namun, pengelola makam mengizinkan peziarah laki-laki untuk mendekat ke makam Ruyati dan mengambil gambar.
Makam Ruyati berada di kavling/blok 25 urutan ke-7 dari sisi kanan dan ke-3 dari belakang nomor 350. Tanpa nisan dan gundukan. Hanya batu berukuran tak terlalu besar sebagai penanda makam. "Saya di pemakaman itu sekitar satu jam," tutur Een.
Sebelum ke kedua lokasi tersebut, Een mengaku mengunjungi KJRI Jeddah untuk mempertanyakan pendampingan ibunya selama menjalani proses hukum. Menurut Een, ibunya sama sekali tidak didampingi oleh pengacara selama disidang. Hanya seorang staf KJRI yang mendampingi, itu pun identitasnya disembunyikan oleh pihak KJRI.
KJRI juga tidak dapat menunjukkan surat yang dikirimkan melalui lajnah al-'Afu wa al-Ishlah Dzat al-Bait (semacam lembaga rekonsilisasi) yang dipimpin oleh Amir Khalid bin Faishal bin Abdul Aziz (Gubernur Mekkah). Surat yang berisi permintaan agar otoritas setempat membujuk keluarga majikan agar memberi maaf kepada Ruyati itu tidak dapat dibuktikan salinannya oleh KJRI.
Een juga menyesalkan mengapa KJRI tidak bisa menunda pemakaman ibunya usai dihukum pancung oleh algojo Arab Saudi, karena keluarga sampai kini pun menginginkan agar jenazah Ruyati dimakamkan di Indonesia. Alih-alih menjawab kekecewaan Een, KJRI justru menyuruhnya agar merelakan Ruyati dikubur di Arab Saudi.
"Malah Pak Zakaria sama Pak Didi ngomong begini, 'Bu Een ini aneh, orang-orang kan kebanyakan pengin meninggal di Tanah Suci Mekkah.' Kata saya meninggalnya karena apa dulu? Kalau meninggalnya dihukum pancung begini nggak terima saya. Kecuali meninggalnya saat ibadah haji atau bagaimana," kata Een.
"Pokoknya, saya tidak pernah mendapatkan jawaban memuaskan dari KJRI," ucapnya.
Menurut Een, ia juga tidak bisa membawa barang-barang peninggalan ibunya. Ia sempat menelepon ke rumah majikan terakhir Ruyati. Kata keluarga majikan, barang-barang berupa baju dan sebagainya itu sudah dibawa oleh polisi.
"Saya bilang, tolong saya mau ambil tas ibu saya. Tapi mereka ngomong kalau tas itu sudah ada di kantor polisi. Silakan ambil di sana. Pas saya telepon, majikan ibu saya terdengar takut," kata Een.
(irw/gah)