Perubahan ini dinilai efektif untuk memperbaiki sistem saat ini, yang lebih individu swasta dan berorientasi setoran. Sementara sistem koperasi juga dianggap belum maksimal karena tanggungjawabnya terbatas.
Pendapat itu diungkapkan oleh pengamat transportasi kota, Darmaningtyas, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (16/9/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kalau koperasi itu hanya memberi institusional fee untuk memakai nama koperasi. Tidak memberikan hak dan kewajiban yang memikat. Berbeda dengan di Bogor, ada anggota organisasi yang terdata, jadi tidak ada angkot bodong. Kalau ada, ada anggota yang protes,“ terangnya.
Sama dengan Darmaningtyas, pengurus harian YLKI, Tulus Abadi juga menyebut sistem individual membuat pola kejar setoran tidak sehat.
“Harusnya pembenahan secara total. Bukan hanya tugas Dishub melainkan secara umum.
Sepanjang angkot dikelola individual, sulit menerima pelayanan yang aman nyaman,“ usul Tulus.
“Itu menyangkut konsistensi pemrintah DKI bagaimana kepemilikan dan manajemen tidak bersifat individual. Kalau digaji, diberi seragam, diberi sarapan dan kesejahteraan itu bisa. Kalau ugal-ugalan dengan alasan setoran naik itu terlalu menunjukkan eksploitasi kepada sopir,“ tambahnya.
(Ari/gun)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini