Demikian bunyi pembukaan surat balasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Surat tertanggal 21 Agustus itu dialamatkan ke Mako Brimob, Kepala Dua, Depok. Di sana, hampir dua pekan ini Nazaruddin menjalani hari-harinya di dalam sel.
Kepada Nazaruddin, SBY memberi saran agar tersangka kasus suap Wisma Atlet SEA Game itu kooperatif dengan KPK yang ia yakini bekerja cukup profesional dan independen. SBY meminta Nazaruddin berkata jujur agar kasusnya tuntas. Siapa pun yang terlibat, Nazarruddin harus mengungkapnya, tidak peduli dari unsur atau partai politik mana pun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus terus menjamin agar penegakan hukum kita berjalan adil, transparan dan akuntabel-jauh dari proses tawar-menawar atau negosiasi, dalam bentuk apapun," kata SBY dalam selembar suratnya itu.
Surat balasan SBY kepada Nazaruddin langsung menjadi pembicaraan hangat di awal pekan ini. Politikus Partai Gerindra Martin Hutabarat berpandangan tidak seharusnya surat itu ditulis dan dikirimkan kepada Nazaruddin. Sebab, dengan surat itu sama saja SBY membuat deal dengan seorang tersangka korupsi.
"Saya sarankan SBY tidak usah membalasnya lagi. Cukup Sekali ini saja. Jangan sampai terkesan jadi surat curhat curhatan," terang Martin kepada detikcom.
Kritikan tajam juga dilontarkan oleh pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latief. Bila dilihat dari posisinya sebagai presiden, tidak seharusnya SBY menggubris surat dari Nazaruddin. Presiden tidak pantas membalas surat dari seseorang yang sedang diproses di hadapan hukum.
"Kalau membalas sebagai presiden, sudah menjatuhkan martabatnya," kata akademisi dan penulis buku 'Negara Paripurna' ini.
Namun, sejumlah politikus Demokrat berkomentar lain. Sekretaris Dewan Kehormatan Demokrat Amir Syamsuddin mengatakan, dengan surat balasan itu, SBY ingin menegaskan posisinya di mata masyarakat terhadap kasus Nazaruddin. Masyarakat perlu mengetahui semangat presiden dalam mendorong penegakan hukum yang adil.
"Kalau kita membaca surat Nazaruddin itu bagi orang dengan pengetahuan rata-rata seakan-akan presiden dengan dimintai tolong Nazaruddin itu bisa melakukan segalanya. Padahal tidak bisa melakukan intervensi hukum," ucap Amir sambil menjelaskan surat SBY itu bukan pencitraan.
Ahmad Mubarok, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, menganggap surat Nazaruddin sebagai olok-olok terhadap SBY dan partainya. Karena itu, surat balasan sengaja dibuat supaya Nazaruddin dan pengacara tidak lagi merendahkan Presiden SBY.
"Surat itu kan olok-olok kepada Presiden SBY dan bahkan kepada PD. Karena olok-olok maka segera dijawab normatif, tidak ada yang baru, supaya jangan diolok-olok terus," ucap Mubarok.
Orang dalam Istana menilai surat balasan SBY itu sekaligus menjadi jawaban untuk pihak-pihak yang ragu akan komitmen SBY dalam penuntasan kasus Nazaruddin. Tindakan SBY itu bahkan bisa menjadi contoh bagi pemimpin lainnya untuk tidak melindungi anak buah.
"Apa salahnya menjawab sebuah surat? SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai, wajar membalas surat anggotanya," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Informasi dan PR, Heru Lelono.
Presiden SBY sendiri memang bimbang menyikapi surat yang datang dari Nazaruddin. SBY heran mengapa dirinya dikait-kaitkan oleh Nazaruddin. Namun, akhirnya SBY memutuskan untuk membalas surat Nazaruddin. Bahkan SBY membacakan surat itu di acara buka bersama Demokrat di Cikeas, Minggu (21/8/2011), malam.
Seperti tertuang dalam pembukaan suratnya, SBY membalas surat Nazaruddin dengan tujuan agar masyarakat jelas duduk perkara sebenarnya. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menambahkan, SBY membalas karena surat Nazarudin sudah menjadi kontroversi di ruang publik dan rawan diinterpretasikan macam-macam.
"Itu sebenarnya tidak dijawab untuk Nazaruddin, karena surat Nazaruddin ditembuskan ke masyarakat. Untuk menjelaskan posisi Presiden terkait dengan kasus pemberantasan korupsi, oleh karena itu perlu disebarluaskan surat tersebut ke media juga," papar Julian.
(irw/fay)