Kisah pendakian itu kembali dituturkan oleh pria yang akrab disapa Kang Sabar, yang kini sudah berada di KBRI Moskow. Pendakian dimulai Tim Ekpedisi Merdeka pada tanggal 13 Agustus dan ditargetkan mencapai puncak Elbrus tepat pada HUT ke-66 RI 17 Agustus 2011 yang lalu.
"Pertama, kita mulai dari sebuah pos di ketinggian 2.500 meter (base camp Emanuel Glade). Di situ, dua orang Pak Dokter sudah nggak meneruskan. Saya juga tidak tahu kenapa. Pak Ris juga tidak," kata Sabar saat dihubungi detikcom, Minggu (21/8/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehari kemudian, tim bergerak ke ketinggian 4.800 mdpl. Nah, dalam perjalanan, Sabar berserta rekan-rekannya menjumpai kondisi cuaca yang sangat ekstrem. Ia mengatakan, badai salju menerjang cukup kencang. Dengan kondisi berjalan menggunakan satu kaki kiri dan tongkat, badannya terombang-ambing. Sabar pun merasa kewalahan.
"Badainya gede sekali. Saya berpikir, 'Wah opo aku mandek wae, ya? (apa saya berhenti saja, ya?). Namun, teman dari Rusia bilang, tidak boleh berhenti. Nggak boleh. Harus jalan terus dan sampai di 4.800 mdpl," ucap pria kelahiran 9 September 1968 ini.
Dikatakan Sabar, kedua pendaki Rusia menginginkan agar dirinya benar-benar bertahan. Mereka tahu kemampuan dan kualitasnya sebagai pendaki, sehingga terus memberikan semangat. Karena itu, dalam waktu 9 jam, tim mampu berhasil menembus badai dan tiba di ketinggian 4.800 mdpl. Namun, tim memutuskan kembali ke ketinggian 3.800 mdpl untuk menginap.
"Waktu itu ketebalan salju mencapai sekitar 5 meter. Saya tidur di tenda yang diselimuti salju setebal 70 Cm. Biasanya saya tidur di atas kasur, tapi kali ini saya tidur dengan salju tebal di atas kepala," kata pria asal Solo, Jawa Tengah, ini.
Tanggal 16 Agustus, tim kembali bergerak ke 4.800 dan bermalam di lokasi tersebut. Sehari setelah itu, tepat pukul 12.00 waktu setempat, Sabar dan pendaki lainnya mulai melakukan pendakian tahap akhir atau ke puncak Elbrus. Jalur pendakian dipenuhi tebing-tebing yang terjal. Hujan salju yang turun sangat deras membuat pendakian makin menegangkan. Sabar pun harus digandeng oleh para pemandu.
"Saya sama Budi digandeng sama dua orang Rusia. Sangat seru perjalanan. Kok aku koyo ngono (Kok aku bisa menjalani seperti ini), pikir saya lagi. Kemudian kami tiba di 5.200, tinggal 300 meter lagi, bagaimana ini caranya? Padahal tebingnya terjal," ungkap Sabar.
Menurut Sabar, sisa ketinggian 300 meter itu berisi tanjakan-tanjakan yang tidak terlalu berat. Kemudian, ia melewati jalur yang landai kurang lebih 1 Km. Namun, meski landai, bukan berarti perjalanan menjadi mudah. Ia mengaku sampai jatuh 10 kali gara-gara hujan salju. Oksigen juga makin menipis. Suhu udara mencapai minus 15 derajat celcius.
"Saya mendaki pakai baju lapis 5. Udara sangat dingin," cetus pria yang kehilangan seluruh kaki kanannya akibat kecelakaan kereta api pada tahun 1996 ini.
Dengan segala upaya, Sabar akhirnya berhasil juga menginjakkan kaki di puncak Elbrus berketinggian 5.642 mdpl itu. Sabar dan seluruh anggota tim meluapkan kegembiraannya. Mereka saling berpelukan dan mengucapkan selamat. Sabar sendiri berbaring di atas salju untuk melepas lelah. Lalu, ia melakukan salat dua rakaat sebagai tanda syukur kepada Tuhan.
"Kita sampai juga di puncak Elbrus sekitar tanggal 17 Agustus pukul 16.45. Kurang lebih 5 menit kita berada di puncak. Saya kibarkan Merah Putih. Saya sujud syukur mengucapkan terimakasih atas kekuatan yang diberikan oleh Tuhan," ucap Sabar.
(irw/fay)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini