"Kita juga kaget luar biasa itu. Kalau ada pondok pesantren yang berpikiran radikal, lalu mengajarkan santri membunuh aparat, bunuh orang yang tidak sepaham dengan dia, ini jauh di luar kebiasaan pondok pesantren di NTB," kata Ketua MUI NTB Syaiful Muslim di Mataram, Rabu (13/7/2011).
Menurut Syaiful, MUI NTB juga baru mendengar nama Ponpes Umar Bin Khattab, setelah ada bom meledak di ponpes itu. MUI juga tidak memiliki koordinasi langsung dengan pondok pesantren yang ada di NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini tidak ada ponpes yang bernama Umar Bin Khattab yang ikut dalam pertemuan rutin dengan MUI. Kalau soal pemantauan, itu kewenangan Kantor Kementrian Agama," ujarnya. MUI menduga, Ponpes Umar Bin Khattab adalah ponpes yang tertutup.
MUI menyarankan agar pemimpin Ponpes Umar Bin Khattab membuka diri, dan memberi akses para polisi untuk menyelidiki apa sesungguhnya yang terjadi di Ponpes itu.
"Saya minta pimpinan ponpes itu agar membuka diri, menyampaikan yang sesungguhnya terjadi. Sampaikan apa yang diajarkan pada santri. Apa yang dilakukan pada santri. Supaya jangan ada kecurigaan pihak lain. Jangan malah menyiapkan santri sendiri berhardapan dengan polisi. Ini merugikan diri sendiri," kata Syaiful.
MUI meminta masyarakat NTB tidak terpancing dan panik. Ia menegaskan, jika ada pondok pesantren yang mengajarkan membunuh orang lain yang tidak sepaham, maka itu bukan pondok pesantren.
"Masyarakat juga kalau mendengar ada pondok pesantren yang mengajarkan di luar kebiasaan orang Islam NTB, segera beritahukan agar kita tak terlambat dan kecolongan," ujarnya.
Data Polda NTB menyebutkan, Ponpes Umar Bin Khattab berdiri tahun 2003. Ponpes ini saat ini dipimpin Ustadz Abrori, anak Ustadz Ali.
Ponpes berada di bawah Yayasan Umar Bin Khattab, yang dipimpin Ustadz Muhammad dengan Sekretaris Mujahidul Haq. Sejauh ini Ponpes ini hanya memiliki 49 santri.
(ken/ken)