"Intelijen terlihat miskin dalam hal akuntabilitas intelijen. Dalam RUU ini, intelijen itu harus menjadi lembaga negara. Bukan jadi lembaga pemerintah. Penegasan posisi intelijen sebagai lembaga negara bertujuan agar intelijen bisa menolak perintah dari pemerintah yang tidak sesuai dengan tujuan negara," kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi.
Hal itu disampaikan Hendardi dalam diskusi 'RUU Intelijen dan RUU Keamanan Nasional' di Rumah Perubahan Kompleks Pertokoan Duta Merlin Blok C -17, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (12/7/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini akan menjadi jabatan politik nantinya. Posisi politik itu harus dihilangkan," cetusnya.
RUU Intelijen ini juga membuat lembaga intelijen negara menjadi superior, memiliki wewenang menyadap rekening, alat telekomunikasi sampai pemeriksaan orang secara intensif tanpa adanya izin pengadilan.
"Penggunaan kuasa khusus tentang penyadapan yang sah itu cuma dari Polri, dan itu pun cuma reserse saja. Serta wewenang penangkapan yang dirampas dari seseorang untuk menyadap pun harus dengan pengadilan," tuturnya.
Draf RUU Intelijen Negara masih dalam pembahasan. Namun draf tersebut dinilai belum sepenuhnya mengakomodasi sepenuhnya prinsip negara demokrasi. Ada 12 hal yang menjadi catatan penting dalam draf RUU ini.
Koalisi Advokasi RUU Intelijen dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (28/3/2011) menyatakan, sejak awal secara penuh mereka mendukung rencana pengaturan lembaga intelijen melalui UU Intelijen. Hanya saja, mereka menilai, draf itu belum sepenuhnya mengakomodasi prinsip negara demokrasi dan justru menimbulkan persoalan serius terhadap tata nilai kehidupan negara demokrasi.
(nwk/nrl)