Pada bulan Maret tahun lalu, KPK membekuk Hakim PT TUN Ibrahim. Dia ditangkap bersama seorang pengacara bernama Adner Sirait di pinggir sungai, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat. KPK menemukan bungkusan plastik berisi uang Rp 300 juta, ponsel yang sedang diperiksa dan mobil. Baik Ibrahim maupun Adner, kini sudah divonis penjara.
Lalu pada bulan Juni 2011, giliran hakim PN Jakarta Pusat Syarifuddin yang dicokok. Lagi-lagi karena kasus suap. Dia diduga menerima duit dari seorang kurator sebesar Rp 250 juta dan mata uang asing bernilai miliaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang terakhir adalah Imas Dianasari. KPK menangkapnya ketika sedang berada di sebuah restoran di kawasan Cinunuk, Bandung, Jawa Barat. Dari tangannya disita uang senilai Rp 200 juta dan mobil Avanza hitam. KPK menangkapnya bersama seorang pengusaha berinisial OJ dari PT OI.
Komisi Yudisial sangat menyayangkan peristiwa yang terjadi hampir beruntun ini karena mencoreng wajah peradilan di Tanah Air. Karena itu, Mahkamah Agung harus segera merespons kejadian ini dengan langsung memberhentikan sementara Imas.
"Peristiwa yang terjadi relatif berurutan ini harus diperhatikan dan direspon secara sangat serius oleh MA agak tidak terulang lagi, dan kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan tidak semakin turun," kata jubir KY, Asep Rahmat Fajar kepada detikcom, Jumat (1/7/2011).
"Adapun untuk hakim ID sendiri, sebagaimana aturan yang berlaku sebaiknya diberhentikan sementara oleh MA untuk mempermudah proses hukum yang dilakukan KPK," tambahnya.
(mad/vit)