Menurutnya pembantu di Arab masih dianggap budak sehingga bisa diperlakukan semau majikannya. "Mereka masih mewarisi budaya-budaya jahiliyah Arab kuno. Mereka menilai pembantu adalah budak yang sudah dibeli dan bebas menerima perlakuan apa saja dari majikannya. Para majikan di Arab menganggap apabila mereka menyiksa, memperkosa atau membunuh itu bukan dosa karena menggangap punya hak penuh kepada para budak tersebut," kata Anhar, Rabu (22/6/2011).
Hal ini dingkapkan Anhar usai seminar nasional Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila Sebagai Solusi dan Identitas Bangsa di Gedung Lemhannas, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya ini menjadi perhatian pemerintah bahwa budaya Arab sama sekali bertolak belakang dengan budaya Indonesia. Ini bisa jadi pertimbangan untuk tidak mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri terutama sebagai PRT," katanya.
Pria berambut gondrong ini mengatakan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri tersebut mulai terjadi sejak 1970. Namun mulai marak pada 1980 karena gagalnya pemerintahan Soeharto untuk menyediakan lapangan kerja untuk tenaga kerja tidak terdidik.
"Selain itu pada saat itu pula didukung dengan bermunculannya perusahaan penyalur tenaga kerja yang menjanjikan kerja dengan gaji tinggi," katanya.
Anhar memberikan penilaian berbeda mengenai pengiriman TKW ke Malaysia, Singapura dan negara-negara Asia lainnya. Menurutnya negara-negara tersebut masih satu rumpun Melayu sehingga tidak terlalu menimbulkan halangan.
"Memang ada kekerasan di Malaysia dan Sigapura namun itu dilakukan oleh majikan yang bukan beretnis Melayu. Jadi mereka yang beretnis Melayu jarang melakukan kekerasan," katanya.
Jumlah TKI yang bekerja di luar negeri sebanyak 1,2 juta dan 70% di antaranya bekerja di Arab Saudi.
(nal/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini