"Itu tindakan pengrusakan, termasuk pidana, kami minta sebaiknya pihak Pemprov DKI membuat laporan secara resmi ke polisi," ujar Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Royke Lumowa saat ditemui di sela-sela acara diskusi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) di Gedung Jakarta Media Center (JMC), Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (31/5/2011).
Royke menegaskan, pihaknya tetap tidak akan memindahkan separator tersebut meskipun veteran tetap menolak. Sebab, keberadaan separator tersebut cukup efektif mengurangi kemacetan di titik itu. Dan jika dibuka kembali, kemacetan seperti dulu akan terjadi lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Royke menambahkan, meskipun separator tersebut kembali bolong karena dipindahkan secara paksa, Ditlantas akan menurunkan petugas untuk berjaga di sekitar. Royke menekankan, kendaraan tidak boleh memanfaatkan sparator yang bolong tersebut.
"Kita tetap tidak memperbolehkan kendaraan masuk meskipun bolong (tidak sparatornya), kita akan isi dengan petugas yang berjaga di sana, karena itu membuat macet," imbuhnya.
Pihak veteran sebelumnya menawarkan opsi agar pada separator tersebut diberlakukan sistem buka tutup. Menanggapi permintaan tersebut, Royke menegaskan penutupan itu tidak bisa ditawar lagi demi kelancaran berlalu lintas.
"Permintaan mereka untuk dilakukan buka-tutup itu tidak bisa, kecuali kalau lalu lintas di kawasan itu sepi. Tapi kapan sepinya? Pukul 00.00 itu sepi," ujarnya.
Sebelumnya, Senin (30/5) pagi Dishub telah kembali memasang separator yang sempat dipindahkan para veteran pada Rabu (25/5) dini hari lalu. Pemasangan kembali itu, membuat veteran kesal dan mengancam akan membongkar kembali.
Veteran membuktikan janjinya. Pada sore hari yang sekitar pukul 17.00 WIB, veteran membongkar separator tersebut. Padahal, di separator tersebut Dishub telah memasang spanduk yang bertuliskan sanksi jika pembongkaran tetap dilakukan.
Di antaranya, Pasal 362 KUHP yang berbunyi barang siapa yang melakukan tindak pidana pencurian dikenakan sanksi, dan Perda Nomor 12 Tahun 2003 Pasal 53 ayat 1, setiap orang tanpa izin dari Kepala Dinas Perhubungan dilarang membongkar jalur pemisah jalan dan pulau-pulau lalu lintas dan sejenisnya, lalu Pasal 105 yang menyebutkan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 53 ayat 1 dikenakan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5 juta.
(lia/anw)