"Di DKI saja ada 2.500 tahanan yang overstay di rumah tahanan. Kecenderungan penegak hukum menempatkan tahanan di rutan jadinya rutan penuh," kata Sekretaris Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM, Dindin Sudirman.
Hal itu disampaikan dalam acara Seminar Nasional yang bertajuk Penguatan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Melalui Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, di Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM), di Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (10/5/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dindin menilai hal itu disebabkan persepsi berpikir para aparat penegak hukum yang menganggap proses penegakan hukum hanya sebatas pada pemenuhan syarat formal dan material. Padahal pengertian penegakan hukum harus mencakup pelaksanaan hukuman di rutan, perampasan barang sitaan di Rupbasan dan pelaksanaan hukuman di lapas atau pembimbingan tahanan oleh Balai Pemasyarakatan.
"Selain itu, pemenjaraan terhadap pelaku tindak pidana tidak dibarengi dengan kewajiban negara untuk memberikan perlakuan yang baik, seperti fasilitas hunian maupun makanan dan minuman. Melihat rakyat harusnya sebagai konsumen sehingga diperlakukan dengan baik," jelasnya.
Menurut Dindin, diperlukan pembagian tugas, fungsi dan wewenang yang lebih tegas dalam proses penegakan hukum, khususnya soal pemasyarakatan.
"Oleh karenanya pembahasan revisi KUHAP tentang pemasyarakatan mesti dilakukan secara komprehensif. Kami hanya bagian kecil dari Kemenkum HAM yang besar, tapi kami juga bagian dari sistem peradilan pidana," tutupnya.
(feb/gun)











































