"Dalam praktiknya, tersangka mengoplos minuman ginseng ini dengan tidak memenuhi persyaratan sanitasi," kata Kasat Obaya AKBP Gembong Yudha kepada wartawan di kantornya, Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (9/5/2011).
Warsono ditangkap di rumahnya di kawasan Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi pada Sabtu (7/5/2011) lalu, setelah aparat polisi mendapatkan informasi tentang kegiatan ilegalnya itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kanit I Obaya Kompol Kristian Siagian mengatakan, tersangka mendapat keahlian dari mantan bosnya dari Aceh. "Tersangka meracik sendiri," kata Kristian.
Dalam prakteknya, tersangka mencampurkan 3 galon air ledeng mentah dengan alkohol 90 persen sebanyak 11 liter. Kemudian, campuran tadi diberi pewarna dan cairan whisky.
"Sehingga diaduk hingga bercampur dan disaring," ungkapnya.
Setelah itu, tersangka lalu memasukkan campuran tadi ke dalam botol kosong yang telah disediakan. "Lalu diberi label 'Sari Akar Ginseng'," katanya.
Tersangka sendiri mampu memasarkan 400-500 botol ginseng oplosan per hari. Ginseng oplosan itu telah dipasarkan ke warung-warung kecil di kawasan Bekasi.
"Dijual Rp 18 ribu per botol. Ini kan berbahaya kalau dikonsumsi orang. Orang minum alkohol 90 persen, bisa terbakar paru-parunya," katanya.
Belum lama ini, ada 7 orang tewas di kawasan Bekasi akibat menenggak minuman keras oplosan. Namun, Kristian belum bisa mengaitkan kematian ketujuh orang itu dengan kegiatan tersangka.
"Kita masih selidiki dulu, apakah korban-korban itu tewas setelah minum minuman yang dijual tersangka atau bukan," ungkapnya.
Dalam kasus ini, kepolisian menyita ratusan botol ginseng oplosan. Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 55 huruf a, d, e dan g subsider Pasal 58 huruf f UU No 7 tahun 1996 tentang pangan.
Sementara itu, petugas juga menangkap pengoplos minuman keras bernama Ahmad Takim alias Toni (32) di Kampung Baru, Cakung, Jakarta Timur. Toni diduga telah memproduksi minuman keras oplosan berbagai merek.
"Bahan campurannya alkohol 90 persen untuk industri dicampur soft drink warna coklat, minuman suplemen dan air," ujar Kristian.
Kegiatan tersangka sudah berjalan sejak 1 tahun. Selama itu, tersangka sudah menghasilkan omset sekitar ratusan juta rupiah.
"Dijual perbotol Rp 150 ribu ke cafe-cafe kecil di pinggir jalan. Kalau miras asli kan Rp 700 ribu ke atas," katanya.
Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat dengan Pasal 55 huruf e UU No 7 tahun 1996 tentang pangan jo Kepmenkes No 282/Menkes/SK/II/1998 tentang standar mutu produksi minuman beralkohol dan Pasal 62 ayat (1) UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
(mei/nwk)