Penanganan Aksi Terorisme Perlu UU Subversif

Penanganan Aksi Terorisme Perlu UU Subversif

- detikNews
Sabtu, 07 Mei 2011 16:14 WIB
Jakarta - Aturan ketat dalam UU Subversif yang sempat diberlakukan pada era orde baru, sebaiknya dimunculkan kembali untuk menangani kasus-kasus aksi terorisme. Hal itu perlu dilakukan agar aksi terorisme dapat dicegah sebelum membesar.

"Kita tak ingin seperti itu (era orde baru -red),tapi UU ini khusus soal terorisme saja. Persoalan penangkapan aktivis dan lain sebagainya silahkan pakai KUHP," ujar pengamat intelejen, Wawan Purwanto, usai diskusi bertajuk 'Teror Kepemimpinan Nasional dan Partai Baru' di Soegeng Sarjadi Syndicate, Wisma Kodel, Jl Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu(7/5/2011) sore.

Menurut Wawan, berdasarkan hasil penelitiannya, diramalkan para pelaku aksi teror akan banyak masuk ke Indonesia. "Saya sudah teliti itu. Indonesia sudah dipetakan mereka, sebab lahan subur dan ini fakta," jelasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara umum, penanganan teroris saat ini dinilainya juga lamban dan tidak semudah pada era Orde Baru. Berlangsungnya era reformasi, lanjut Wawan, dipandangnya sebagai salah satu biang keladinya lantaran sekarang ini banyak orang yang bebas berbicara sesuai kehendaknya masing-masing.

"Kita harus lihat imbasnya, ingat Glasnost dan Perestroika di Uni Sovyet dia, menggelinding keras, bahaya sekali," tandasnya.

Sebelumnya, wacana menghidupkan kembali undang-undang subversif untuk melawan pelaku terorisme mendapat kecaman. Ketentuan UU subversif yang berisi tersangka dapat ditahan tanpa batas waktu, dinilai rawan disalahgunakan.

"Dulu saya yang paling menentang. Undang-undang ini rawan disalahgunakan. Di Pulau Buru, ribuan orang dipidanakan tanpa proses akibat undang-undang semacam ini," ujar, Prof Dr Muladi ketika masih menjabat sebagai Gubernur Lemhanas, di kantornya, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (18/5/2010).

Muladi menilai Indonesia tidak perlu menerapkan aturan seperti Internal Security Act (ISA) seperti di Singapura dan Malaysia. Hal ini pun dinilai berbahaya, jika seseorang hanya karena dasar kecurigaan bisa ditahan sampai tiga tahun bahkan bisa diperpanjang lagi 2 tahun.

"Di Malaysia cukup rekomendasi Mendagri, ini berbahaya sekali," tegas dia.


(fjr/lh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads