"Kita tak ingin seperti itu (era orde baru -red),tapi UU ini khusus soal terorisme saja. Persoalan penangkapan aktivis dan lain sebagainya silahkan pakai KUHP," ujar pengamat intelejen, Wawan Purwanto, usai diskusi bertajuk 'Teror Kepemimpinan Nasional dan Partai Baru' di Soegeng Sarjadi Syndicate, Wisma Kodel, Jl Rasuna Said, Jakarta Selatan, Sabtu(7/5/2011) sore.
Menurut Wawan, berdasarkan hasil penelitiannya, diramalkan para pelaku aksi teror akan banyak masuk ke Indonesia. "Saya sudah teliti itu. Indonesia sudah dipetakan mereka, sebab lahan subur dan ini fakta," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus lihat imbasnya, ingat Glasnost dan Perestroika di Uni Sovyet dia, menggelinding keras, bahaya sekali," tandasnya.
Sebelumnya, wacana menghidupkan kembali undang-undang subversif untuk melawan pelaku terorisme mendapat kecaman. Ketentuan UU subversif yang berisi tersangka dapat ditahan tanpa batas waktu, dinilai rawan disalahgunakan.
"Dulu saya yang paling menentang. Undang-undang ini rawan disalahgunakan. Di Pulau Buru, ribuan orang dipidanakan tanpa proses akibat undang-undang semacam ini," ujar, Prof Dr Muladi ketika masih menjabat sebagai Gubernur Lemhanas, di kantornya, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (18/5/2010).
Muladi menilai Indonesia tidak perlu menerapkan aturan seperti Internal Security Act (ISA) seperti di Singapura dan Malaysia. Hal ini pun dinilai berbahaya, jika seseorang hanya karena dasar kecurigaan bisa ditahan sampai tiga tahun bahkan bisa diperpanjang lagi 2 tahun.
"Di Malaysia cukup rekomendasi Mendagri, ini berbahaya sekali," tegas dia.
(fjr/lh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini