"Di era demokrasi ini, semua orang bisa menyampaikan pikirannya, ketika orang kecewa dengan keadaan, mereka mencari alternatif lain seperti kekhilafan yang cenderung toleran pada kekerasan," ujar dosen UIN Jakarta Abdul Muchsin G.
Hal itu disampaikan Muchsin dalam diskusi yang diadakan DPP Partai Demokrat (PD) tentang radikalisme agama di Warung Daun, Jalan Raya Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (1/5/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka (para) guru harus mengajarkan ajaran inklusif, toleransi dan melindungi kelompok minoritas," jelasnya.
Apa perlu pendidikan Pendidikan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) seperti zaman Orde Baru dimasukkan lagi?
"Boleh-boleh saja P4 dimasukkan lagi, tapi tafsirnya tidak boleh dimonopoli pemerintah. Tapi ormas dan kegamaan dan tokoh-tokoh agama juga proaktif mengajarkan Pancasila," jelasnya.
Sementara Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdala sepakat jika pendidikan kebangsaan perlu ditambah, seperti pendidikan Pancasila. Di sisi lain pendidikan keagamaan pun perlu mengajarkan tentang pluralisme.
"Pluralisme itu sering disalahartikan, dianggap menyamakan semua agama. Padahal pluralisme itu menghargai perbedaan dan mencari titik temu agama, ini kan Bhinneka Tunggal Ika," jelasnya.
Survei LaKIP juga menjadi perhatian Ulil, ketika para siswa cenderung setuju terhadap kekerasan atas nama agama, maka ada yang tidak beres dengan para guru.
"Para guru harus diberikan pre edukasi, pendidikan ulang, karena kalau lihat teks buku pelajaran agama ya bagus-bagus saja. Mungkin gurunya bisa menambah dari mana-mana" jelas Ulil yang hampir saja menjadi korban bom buku ini.
Melalui pendidikan inilah,imbuh Ulil, pemerintah bisa menggunakan soft power dalam menghadapi terorisme. Dibandingkan dengan hard power dengan pendekatan keamanan.
(nwk/gah)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini