Hal itu disampaikan oleh Eddy Pratomo saat mempertahankan disertasinya di depan sidang terbuka promosi doktor di Ruang Sidang Gedung Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung, hari ini Selasa (26/4/2011).
Menurut Eddy, pengertian tentang ratifikasi masih dipahami secara berbeda oleh hukum nasional dan hukum internasional yang berlaku.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional mengartikannya lebih kepada prosedur eksternal yakni keterikatan Indonesia pada suatu perjanjian internasional (consent to bound by a treaty), yang biasanya ditandai dengan penyampaian aksesi atau instrument of ratification atau exchange of notes.
"Hal ini dapat mengakibatkan terjadi ketidakjelasan tentang kapan mulai berlakunya suatu perjanjian internasional dalam ranah hukum nasional. Apakah pada saat berlakunya UU ratifikasi oleh DPR atau pada saat penyampaian aksesi oleh pemerintah Indonesia," terang Eddy.
Dalam sidang dengan tim promotor yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Yudha Bhakti, SH, MH, Eddy yang saat ini masih aktif menjabat sebagai Dubes RI untuk Republik Federal Jerman, berhasil meraih gelar doktor ilmu hukum dengan yudisium Cum Laude.
Tim promotor selengkapnya Prof. Dr. H. Romli Atmasasmita, SH, LLm dan Prof. Dr. Huala Adolf, S.H., LL.M, FCB, Arb. Sedangkan tim penguji Prof. Dr, Sumaryo Suryokusumo, S.H., LL.M., Prof. Dr. H. Ahmad M. Ramli S.H., M.H., Prof. Dr. H. Endang Saefullah W. S.H., LL.M., Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H., dan Dr. Supraba Sekarwati, S.H.
(es/es)