"Menurut teori, pendoktrinan itu perlu waktu yang lama, tidak bisa dalam waktu yang singkat," kata Kepala Dinas Psikologi Polda Metro Jaya AKBP Nurcahyo, Jumat (15/4/2011).
Nurcahyo mengatakan, doktrinasi memerlukan proses dan tahapan-tahapan tertentu. Ia katakan, pencucian otak, sangat berbeda dengan hipnotis model gendam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, pencucian otak adalah ideologi yang ditanamkan sedemikian rupa, sehingga subjek bisa memiliki keyakinan di alam bawah sadarnya.
"Sehingga menyekat kesadarannya, daya ingat dan memorinya," katanya.
Dalam proses pencucian otak ini, memori lama si subjek diangakat dan ditanamkan memori baru. Proses pencucian otak ini, akan menumbuhkan sosok subjek yang berbeda dengan yang terdahulu.
"Tujuan brainwash (pencucian otak) adalah membentuk sosok seperti yang diinginkan si pelaku pencuci otak," katanya.
Ia melanjutkan, seseorang yang telah dicuci otaknya dapat kembali pulih. Salah satu metode yang digunakan dalam pemulihan korban pencucian otak adalah dengan hipnoterapi.
"Hipnoterapi ini seperti hipnotis, tapi dengan kesepakatan klien dengan pelaku hipnotisnya, dalam rangka terapi atau penyembuhan untuk melepaskan beban yang ada," jelasnya.
Dalam proses penyembuhan ini, kata dia, juga memerlukan waktu yang cukup lama. "Tergantung berat/ringannya dan besar/kecilnya kadar doktrin yang dialami subjek," ujar dia.
Setelah mendapatkan hipnoterapi, subjek akan mendapatkan memori lamanya. Termasuk, memorinya selama dicuci otaknya.
"Ada metode tertentu yang bisa memunculkan ingatan dia saat dicuci otaknya," ujarnya.
Lebih jauh, Nurcahyo mengatakan, hipnoterapi dapat mengetahui apakah seseorang betul telah dicuci otaknya atau tidak. Dalam kasus seperti Laila Febriani alias Lian (26), pihaknya belum bisa mengetahui apakah dia telah mengalami pencucian otak atau tidak.
(mei/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini