"Ini termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang berujung kematian. Meskipun ibunya membunuh dengan bantuan orang lain. Kalau sakit hati, maka sakit hatinya itu sudah terakumulasi," kata kriminolog UI, Purnianti, dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (24/3/2011).
Dia menambahkan, tidak pernah ada penyebab tunggal dalam kasus pembunuhan seperti ini, pasti banyak faktor lain pendukungnya. Di dalam kasus KDRT, umumnya orangtua yang lebih banyak melakukan kekerasan kepada anak, lantaran orangtua memiliki kuasa. Berkuasanya orangtua lantara anak masih bergantung status sosial dan ekonomi kepada orangtuanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Purnianti menduga, jika benar N sakit hati dengan tingkah Agnes, maka konflik keduanya tidak terjadi baru-baru ini saja. Karena itu, polisi perlu menyelidiki lebih dalam lagi. Kasus pembunuhan cukup rumit, sehingga membutuhkan penyelidikan yang detail.
"Dalam situasi normal, tidak ada anak yang membunuh orangtua dan tidak ada orangtua yang membunuh anaknya sendiri. Apalagi ini sampai menyuruh orang lain untuk melakukan pembunuhan, berarti itu dilakukan terencana," tuturnya.
Mungkin ada gangguan kejiwaan? "Ganguan jiwa itu yang paling akhir. Karena ganguan jiwa menyebabkan pelaku tidak bisa dijerat hukum," ucap Purnianti.
Agnes dibunuh di rumahnya di Jalan Raya Sirsak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada 7 Februari 2011. Saat itu, Agnes baru pulang sekitar pukul 02.00 WIB dini hari. Setelah disimpan 3 hari di rumah, jenazah Agnes ditemukan di selokan Jl Joe, Jagakarsa, tak jauh dari rumahnya pada Minggu, 13 Februari.
Polisi telah menangkap tiga tersangka dalam pembunuhan ini. Otak pembunuhan ini adalah ibu kandung Agnes sendiri. Ibu Agnes mengaku ingin membunuh anaknya karena sakit hati atas perlakuan kasar anaknya. Kedua ekskutor yang berinisial S dan U dibayar Rp 2 juta untuk menghabisi nyawa perempuan cantik itu. Ketiganya kini meringkuk di tahanan.
(vit/lh)