Kivlan Zein: Wiranto Bertanggung Jawab dalam Kerusuhan Mei

Kivlan Zein: Wiranto Bertanggung Jawab dalam Kerusuhan Mei

- detikNews
Senin, 31 Mei 2004 16:44 WIB
Jakarta - Keterkaitan Wiranto dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 kembali diungkit. Menurut mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zein, Wiranto selaku Panglima ABRI bertanggung jawab dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 karena membiarkan terjadinya kerusuhan lebih luas.Tuduhan ini disampaikan Kivlan dalam acara bedah buku berjudul "Politik Huru Hara Mei 1998, Menggugat Pertanggungjawaban Negara Atas Kasus Penghilangan Paksa" di Hotel Sahid Jaya, Jl. Sudirman, Jakarta, Senin (31/5/2004) sore. Selain Kivlan, hadir sebagai pembicara Fadli Zon (penulis buku) dan Usman Hamid (Koordinator Kontras).Menurut Kivlan, pada waktu itu ia telah meminta penambahan pasukan TNI dari luar Jakarta kepada Wiranto untuk mencegah meluasnya kerusuhan. Namun Wiranto menolak dengan alasan tidak ada permintaan resmi dari Pangdam Jaya atau kepolisian.Selain itu, lanjut Kivlan, Wiranto juga mengajak sejumlah pimpinan institusi militer ke kota Malang pada saat kondisi Jakarta sedang rusuh. Wiranto juga memerintahkan kepada Kapolri yang waktu itu dijabat Dibyo Widodo untuk menarik 100 kompi kepolisian dari lapangan untuk kembali ke pos masing-masing. "Padahal dengan ditariknya 100 kompi kepolisian dari lapangan, kerusuhan di Jakarta semakin menjadi," ujar Kivlan.RekayasaKivlan juga menyatakan kejadian kerusuhan 12 Mei direkayasa. Dan ia telah mendapatkan laporan mengenai pelaku rekayasa tersebut. Tapi ia tidak bisa menangkap orang itu karena atasannya, Panglima Kostrad Prabowo Subianto, tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan penangkapan. "Yang berwenang adalah Pangdam, padahal di atas Pangdam adalah Pangab. Jadi Wiranto semestinya mempertanggungjawabkan ke atas. Tapi situasi berubah karena Soeharto mengundurkan diri," ujar Kivlan.Kivlan juga buka kartu soal kasus penculikan. Menurut Kivlan, sebenarnya yang terjadi adalah penangkapan. Karena ada perintah lesan. Hanya efeknya belakangan karena keadaan politik kacau balau maka dianggap penculikan. Pada waktu itu orang yang tidak bersalah dilepaskan.Selain itu, menurut Kivlan, ada kelompok yang mendompleng dengan melakukan penangkapan sendiri. "Menurut perkiraan saya itu ada yang mendompleng. Ini ada kesaksiannya. Tapi suasana sensitif sampai sekarang," ujar Kivlan yang mengaku mendapatkan laporan siapa yang berbuat apa dan dimana dibuangnya. Tapi ketika didesak oleh wartawan, juga oleh ibu salah satu korban yang hadir dala acara bedan buku dan anaknya yang hingga kini belum ditemukan, Kivlan tetap menolak menyebutkan siapa perekayasa tersebut. Alasannya, kalau dibuka ini bisa memicu kerusuhan baru.Kivlan menyatakan hanya mau memberikan kesaksian pelurusan sejarah tersebut pada badan resmi seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau pengadilan. (gtp/)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads