"Saya ini seorang manusia biasa. I'm only doing my job. Apa yang dilakukan di PDRI itu sesuatu yang biasa-biasa saja," kata putra Mr Sjafruddin, Farid Sjafruddin, saat mengungkapkan kembali ucapan ayahandanya tentang polemik gelar pahlawan salah satu pejuang kemerdekaan tersebut.
Farid mengungkapkan hal itu dalam acara Peringatan Seabad Mr Sjafruddin Prawiranegara (1911-2011) di Ruang Chandra, Gedung bank Indonesia (BI), Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (28/2/2011), malam. Hadir dalam acara tersebut Wapres Boediono dan para pemimpin tinggi negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di PDRI itu kewajiban sebagai menteri yang kebetulan di Sumatera, yang ingin melakukan tugasnya. Kalau bisa dapat gelar pahlawan, ya, senang tapi beliau mengatakan kepada saya 'jangan kamu meminta. Itu semua adalah kewajiban ayah sebagai seorang menteri, jadi tidak ada ha-hal yang istimewa,'" ucap Farid.
Farid mengatakan, justru apa yang dilakukan sebagai Gubernur BI lah yang paling dikenang oleh ayahnya. Seperti tercatat dalam sejarah, Mr Sjafruddin adalah Gubernur Bank Central yang pertama. Ia diangkat pada tahun 1951. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Presiden Direktur Javache Bank. Mr Sjafruddin dinilai sebagai peletak dasar BI.
Mr Sjafruddin lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911, merupakan anak dari seorang jaksa bernama Arsyad Prawiraatmadja. Ia menempuh pendidikan di ELS pada tahun 1925, MULO di Madiun tahun 1928, dan AMS Bandung tahun 1931. Pendidikan tingginya adalah Rechtshogeshool Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Uviversitas Indonesia) tahun 1939 dan berhasil meraih Meesterning de Rechten (Magister
Hukum).
Ia menjadi anggota Badan Pekerja KNIP (1945), yang bertugas mempersiapkan garis besar haluan negara RI sebelum merdeka. Setelah disepakatinya perundingan Roem-Royen, yang mengakhiri upaya Belanda sekaligus dibebaskannya Soekarno-Hatta, diadakan sidang antara PDRI dengan kedua tokoh proklamasi itu pada 13 Juli 1949. PDRI menyerahkan mandatnya kepada pemerintah RI hari itu
juga.
Mr Sjafruddin sempat bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno di Jakarta. Gara-gara ini, Mr Sjafruddin dipenjara 3,5 tahun oleh Soekarno tanpa proses pengadilan.
Mr Sjafruddin meninggal pada 15 Februari 1989 di Jakarta. Untuk mengenang PDRI, akhirnya melalui surat keputusan No 28/2006, presiden menetapkan setiap tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara.
(irw/ape)