Wamendiknas: Peneliti Tidak Bisa Dipaksa Umumkan Susu yang Diteliti

Wamendiknas: Peneliti Tidak Bisa Dipaksa Umumkan Susu yang Diteliti

- detikNews
Kamis, 17 Feb 2011 14:31 WIB
Jakarta - Wakil Mendiknas, Fasli Jalal, menghargai sikap Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk tidak menyebutkan merek susu yang menjadi sampel penelitiannya. Di dalam kode etik penelitian internasional, diatur merek suatu barang yang jadi objek penelitian tidak disebutkan.

"Jadi label-label merek susu itu dilepas, identitasnya dihilangkan, lalu dikasih kode dan peneliti ini tidak boleh membocorkan identitas sampel. Sama seperti saat BPS melakukan survey, saat diumumkan kan tidak disebutkan nama respoden, alamat dan lain-lain," kata Fasli Jalal di Kantor Kemenko Kesra, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (17/2/2011).

Menurutnya, terdapat undang-undang melindungi hak otonomi kampus dan penelitian itu. Seorang peneliti harus menjaga kualitas penelitian dan metode penelitiannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penelitian itu wajib dilaporkan kepada pemberi dana penelitian. Peneliti bebas melakukan penelitian," kata Fasli Jalal.

Otonomi itu diatur dalam Pasal 24 UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di sana disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik, serta otonomi keilmuan.

"Karena penelitian ini didanai Diknas, hasil penelitian itu sudah dilaporkan kepada Diknas. Sebelum dana itu cair seluruhnya, hasil penelitian itu harus dilaporkan sebagai bentuk pertanggungjawaban. Publikasi terhadap hasil penelitian itu mengacu pada sumber dana untuk penelitian itu sendiri," terangnya.

Terkait hasil penelitian IPB, Fasli belum mengetahui apakah penelitian tersebut sudah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional. Namun yang pasti, IPB dan peneliti tidak boleh dipaksa untuk membocorkan identitas penelitiannya.

"Kalau ada yang meragukan ya diteliti lagi penelitian. Ini sesuai dengan kaedah-kaedah akademik. Kebebasan ini ada pada peneliti dan rektor," jelasnya.

Fasli menegaskan, Kementerian Pendidikan Nasional tidak mempunyai hak  untuk meminta perguruan tinggi mempublikasikan hasil penelitian. Alasannya, karena pihaknya sejak awal memberikan otonomi bagi kampus dalam hal publikasi hasil penelitian.

"Yang bisa kita lakukan, akan berusaha memperlajari dahulu baru ditentukan langkah hukum berikutnya. Apakah peninjaun kembali. Intinya, kita saat ini harus menghormati keputusan semuanya, baik MA, perguruan tinggi dan menteri kesehatan," papar Fasli.

(fiq/lh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads