Sultan HB X Ganti Bikin Surat Terbuka untuk Gus Dur

Sultan HB X Ganti Bikin Surat Terbuka untuk Gus Dur

- detikNews
Jumat, 07 Mei 2004 10:52 WIB
Jakarta - Polemik gagalnya pertemuan Mega-Gus Dur terus berlanjut. Setelah Gus Dur merilis surat terbuka untuk Sultan HB X di harian Kedaulatan Rakyat (KR), kini ganti Sultan menulis jawabannya di koran yang sama dan koran terbitan Yogya lainnya, Bernas.Jawaban Sultan itu tertampang di halaman utama KR dan Bernas, Jumat (7/5/2004). Surat itu guna menanggapi surat Gus Dur yang dilansir KR pada Kamis kemarin (6/5). Dalam surat berjudul "Surat Terbuka untuk Sri Sultan" itu, Gus Dur mengaku tersinggung disebut mencla-mencle karena membuat pertemuan Mega-Gus Dur yang dimoderatori oleh Sultan di Keraton Yogya, jadi batal.Gus Dur juga menyatakan pada dasarnya keliru kalau disebutkan dia dan Mega telah sepakat untuk bertemu di Yogya. Sebab, selama ini dia merasa tidak pernah melakukan kontak dengan Mega dan mengadakan janji bertemu di Yogya."Saya tidak mengerti raja Jawa seperti dia kok ucapannya begitu," tulis Gus Dur. Dia mengaku ucapan itu telah mengganggu reputasinya, karena dianggap sebagai orang yang tidak bisa dipercaya atau mencla-mencle.Berikut tanggapan Sri Sultan atas surat terbuka dari Gus Dur berjudul "Jawaban Terbuka untuk KH Abdurrahman Wahid" seperti dimuat di KR hari ini:"Sesungguhnya setelah batalnya pertemuan 4 Mei 2004 di Keraton Yogyakarta, persoalannya sudah saya anggap selesai sampai di situ, karena toh saya tidak punya kepentingan atas hasil pertemuan itu, jika seandainya itu bisa terjadi, kecuali sebagai mediator yang menjembatani komunikasi antarpihak yang saya anggap penting momentumnya bagi kepentingan bangsa ke depan.Rencana pertemuan itu memang secara tidak sengaja menjadi bahan pembicaraan antara saya dan KH Abdurrahman Wahid, ketika dia berkunjung ke kepatihan Senin 26 April 2004 bersama dua pendampingnya.Pertemuan saya dan Gus Dur bukan hanya terjadi akhir-akhir ini, melainkan sudah sejak zaman Pak Harto. Setiap bertemu dia sebenarnya adalah bagian dari komunikasi politik dan dialog budaya antara dua orang sahabat.Bahkan, setelah Pak Harto menolak keras terpilihnya Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU, dia juga sampai berkunjung ke Keraton Yogyakarta menyampaikan uneg-unegnya. Ini menunjukkan, hubungan kami berdua diikat oleh ketulusan, kejujuran, dan saling percaya, tanpa membawa kepentingan politik dan golongan apa pun, kecuali demi kepentingan bangsa. Kiranya dapat dimengerti, jika pertemuan 26 April 2004 itu pun juga merupakan bagian dari komunikasi politik dan dialog budaya antarsahabat, bukan sebagai politikus.Keinginan dia untuk bertemu saya pada hari itu, karena memang ada pesan dari "orang tua" agar dia menemui saya secepatnya, demikian kata Gus Dur. Dalam pembicaraan yang tidak diagendakan topiknya itu, dia menceritakan bagaimana para kiai sepuh kurang sependapat jika Gus Dur bertemu Ibu Megawati, kecuali jika Ibu Mega datang ke rumah Gus Dur di Ciganjur.Dalam hal ini, dia menyatakan keberatan jika Ibu Mega yang datang ke rumah. Di sinilah kebesaran jiwa Gus Dur, meski secara pribadi masih ada ganjalan terhadap Ibu Mega, tetapi sebagai warga NU tetap menghormatinya sebagai seorang presiden.Setelah Gus Dur melakukan pendekatan lagi dengan para kiai sepuh, akhirnya diperbolehkan bertemu dengan Ibu Mega bukan di Ciganjur, asalkan melalui pihak ketiga. Lalu saya bertanya, "Bagaimana kalau melalui saya, Kiai?" Gus Dur menjawab dengan spontan, "Mangga". Perkataan mangga (silakan) itu saya tangkap maknanya sebagai mempersilakan untuk mengambil peran sebagai pihak ketiga, seperti dipesankan para kiai sepuh sebelumnya.Secara terbuka dan jujur ingin saya katakan dari sanalah gagasan pertemuan 4 Mei 2004 itu bergulir, meski tidak direncanakan sebelumnya. Yang jelas, bukan atas inisiatif saya untuk meminta Gus Dur bertemu Ibu Mega, tetapi saat itu sifatnya memang situasional.Setelah pertemuan itu, dengan iktikad baik saya kemudian berinisiatif melanjutkan kemunikasi melalui Bapak Pradjoto sebagai komunikator, baik komunikasi ke pihak Gus Dur maupun Ibu Mega. Laporan yang saya terima dari Pak Pradjoto adalah adanya kesiapan dari kedua belah pihak untuk bertemu di Keraton Yogyakarta pada 4 Mei 2004 sesuai dengan rencana semula.Dan sebagai konfirmasi atas pertemuan yang telah disepakati itulah, saya kemudian mengirim undangan resmi yang disampaikan adik saya, GBPH Joyokusumo, pada 3 Mei 2004. Dengan kata lain, surat undangan itu bukan merupakan permintaan agar pertemuan disetujui oleh Gus Dur, tetapi justru sebagai pengukuhan atas kesepakatan untuk bertemu di Keraton Yogyakarta.Pada saat undangan itu disampaikan sekitar pukul 14.00, Gus Dur sedang bersama Pak Pradjoto dan seorang pendampingnya. Menurut laporan Pak Pradjoto, setelah adik saya meninggalkan ruangan, Gus Dur masih menyatakan kesediaan untuk hadir di Yogyakarta. Duduk perkara yang saya uraikan itu bukan merupakan pemahaman saya pribadi, melainkan sebuah rangkaian fakta tentang urutan proses dan kejadian yang sebenar-benarnya.Jika fakta tersebut dianggap sebagai misspersepsi dari pihak saya, saya menyadari, meski selama ini komunikasi yang terjalin selalu atas dasar ketulusan dan kejujuran, namun bagaimanapun saya tidak bisa menduga kedalaman isi hati Gus Dur.Meski pertemuan itu gagal, saya tetap berpengharapan mereka sebagai pemimpin bangsa masih dapat menyisakan ruang dan waktu untuk bersedia saling bertemu muka dan mendialogkan masalah-masalah bangsa ke depan, tanpa kehadiran saya sekalipun.Karena hanya dengan kemauan baik dari kedua pihaklah pertemuan silaturahmi itu bisa berlangsung." (nrl/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads