Desa Bayanbeleq ini berada di sebelah utara Kota Mataram, dekat dengan kaki Gunung Rinjani. Jika ingin ditempuh lewat jalur darat, maka Anda akan menempuh jarak lebih kurang 20 kilometer atau sekitar 1 jam lebih.
Di desa yang mayoritas penduduknya beragama muslim ini, Anda akan menemukan penenun dari segala usi. Kain-kain tenun itu selain mereka pasarkan, ada juga yang digunakan untuk acara adat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Marni sedang mengadakan pameran di hotel tersebut. Untuk diketahui hotel tersebut sedang diadakan kegiatan AMM Retreat yang diikuti oleh Menlu se-ASEAN, Minggu (16/1/2011).
Marni menjelaskan, tenunan yang mereka hasilkan mempunyai jenis yang berbeda-beda. Kain ini sebagai kain sakral yang biasanya untuk dipakai untuk ritual khusus.
"Jadi kalau wanita itu setelah kainnya ada lipa untuk kemben, polem untuk sarung, sampur untuk diselempangkan dan penutup tangan, dan usap jong. Sedangkan untuk laki-laki ada kain rejasa untuk bawahan, londong abang, ikatan yang namanya sapu. Ini semua harus lengkap dipakai kalau ada acara adat," kata wanita berusia 36 tahun ini.
Selain kain-kain itu, ada juga kain lempot anteng. Kain tersebut gunanya untuk menyambut tamu asing di lingkungan masyarakat itu.
"Jadi kalau ada tamu, kain itu diikatkan di perut, kemudian dikasih makan sirih. Dan kalau sirih itu habis barulah bisa kita anggap sebagai keluarga kita," beber wanita yang sudah pintar menenun sejak remaja ini.
Marni menceritakan proses pembuatan untuk setiap kain, biasanya membutuhkan waktu seminggu sampai sebulan. Makanya tidak heran kalau pembeli harus merogoh kocek Rp 30 ribuan sampai Rp 500 ribu. Itu tergantung tingkat kesulitan pembuatannya.
"Proses pembuatannya itu pertama benar di gulung dengan alat ondar-andir, kemudian dimasukkan ke kliotan untuk membentuk motif, baru setelah itu dipasang ke jajaknya kemudian baru ditenun," ungkapnya.
Kain-kain ini bisa diperoleh di tempat tinggal mereka. Karena warga belum memiliki toko untuk memamerkan tenunan mereka.
"Kita langsung jual ke konsumen. Tapi karena belum banyak yang tahun jadi banyak yang beli warga setempat atau turis lokal," katanya.
Hasil kerajinan ini juga belum mampu untuk diekspor ke luar negeri. Maka itu dia berharap pada Pemda setempat untuk terus memberikan pelatihan pada warga agar usaha ini semakin terkenal hingga ke mancanegara.
"Keuntungan kita di bisa pastikan. Yang penting kita harap ini bisa berkembang sampai ke mancanegara," tandas wanita yang telah berbisnis tenun sejak 5 tahun lalu.
(lia/lrn)