Pakar Psikologi UI: Tuduhan Berbohong Menyerang Karakter, Wajar SBY Resah

Pakar Psikologi UI: Tuduhan Berbohong Menyerang Karakter, Wajar SBY Resah

- detikNews
Sabtu, 15 Jan 2011 17:09 WIB
Jakarta - Tuduhan berbohong lebih menyerang karakter, bukan pada kinerja presiden dan pemerintah. Maka dari itu bisa dimaklumi jika presiden SBY dan pemerintahannya merasa resah dengan adanya tuduhan berbohong kepada publik.

"Saya kira pak presiden dan segenap jajaran merasa resah dengan tuduhan bahwa pemerintah berbohong. Itu bisa dimengerti," ujar pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk dalam Diskusi Polemik Trijaya 'Musim Berbohong' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (15/1/2011).

Hamdi menjelaskan, berbohong atau sifat bohong itu adalah basis integritas dan basis moralitas dari manusia. Dan hal ini pada umumnya menyangkut tuduhan terhadap
karakter seseorang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam bahasa psikologi disebut dengan personal redeposisi, menyangkut karakter, menyangkut sifat," ucapnya.

Tuduhan terhadap seseorang sebagai pembohong atau suka berbohong, bisa meruntuhkan pertahanan moralitas dan integritas diri orang tersebut. "Saya kira sangat serius dan tidak ada seorang pun di muka bumi ini akan merasa nyaman dikatakan anda pembohong," ujarnya.

Hamdi mencontohkan seorang psikopat, yang karakter dasarnya memang suka berbohong. Bagi seorang psikopat, berbohong telah menjadi bagian dari kepribadiannya, dimana dia menikmati berbohong, memanipulasi dan menipu orang.

"Bahkan seorang psikopat pun dituduh pembohong marah juga, apalagi pada kenyataannya orang normal. Jadi itu yang harus kita garis bawahi bahwa tentunya seseorang tidak merasa nyaman dituduh punya karakter berbohong," jelas Hamdi.

Namun demikian, Hami memahami bahwa yang dimaksud para tokoh lintas agama bukan dalam pengertian sebuah karakter. Namun, lebih kepada sebuah kelompok yakni pemerintahan SBY.

"Yang dituduhkan bukan orang per orang, yang dituduh adalah sebuah sistem yang bernama pemerintahan. Yang dituduh terlalu banyak melakukan perbuatan yang bisa dikategorikan pembohongan publik," terangnya.

Namun demikian, sayangnya tuduhan berbohong itu tetap mengarah pada karakter, bukan kinerja. Dan tuduhan terhadap karakter ini biasanya terasa lebih menyakitkan.

"Pada hakekatnya orang ini atau sistem ini suka berbohong, tuduhannya pada tuduhan
karakter dan ini memang menyakitkan. Kalau gagal lebih pada kinerja dan orang bisa
mengatakan, kalau pun gagal kan belum tentu karena faktor personal saja," papar
Hamdi.

Pembohongan publik, menurut Hamdi, masuk ke dalam kategori perilaku. Dan dalam ilmu psikologi, sebuah perilaku substansinya ada dua hal, yakni faktor pelaku dan situasi.

"Mungkin kalau orang gagal bisa mengklaim 'memang situasinya tidak memungkinkan saya untuk maksimal bekerja'. Kalau anda bilang itu gagal, ya saya akui itu gagal. Tapi tuduhannya tentu tidak seserius kalau orang mengatakan bahwa 'kamu bohong ya'," tandasnya.

(nvc/gah)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads