"Itu sikap negarawan yang patut ditiru," puji Refly usai menghadiri diskusi dengan para pakar untuk membicarakan RUU Keistimewaan DIY di Kemendagri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (17/12/2010).
Menurutnya, tradisi pejabat negara yang mundur ketika berhadapan dengan suatu kasus hukum, meskipun nantinya terbukti tidak bersalah, merupakan sikap terhormat. Dia menambahkan, untuk kedua kasus yang telah diinvestigasi oleh tim pimpinannya memerlukan panel etik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun Arsyad mundur, apa tetap perlu dibentuk majelis kehormatan? "Kalau begitu, untuk membentuk majelis kehormatan hakim untuk kasus kedua, tidak relevan," kata Refly.
Arsyad Sanusi telah mengajukan surat pengunduran diri dengan tembusan kepada Ketua MK Mahfud MD. Mantan Ketua Pengadilan Tinggi Kendari itu terhitung 14 April 2011 ia tidak berada lagi di MK. Namun kepastian mundur pria Bone 14 April 1944 ini masih menunggu persetujuan dari Mahfud.
Sebelumnya, MK membentuk panel etik hakim guna mencari tahu apakah betul keluarga hakim konstitusi, Arsyad Sanusi terlibat dalam kasus pilkada Kabupaten Bengkulu Selatan. Tiga hakim konstitusi ditunjuk menjadi anggota panel tersebut, mereka adalah Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono dan Ahmad Sodiki.
Panel etik hakim akan mencari tahu, betul atau tidak hakim MK Arsyad Sanusi mengetahui anaknya yang bernama Neshawati menerima tamu yang berperkara di kediamannya, yakni Dirwan Mahmud yang juga mantan calon bupati Bengkulu Selatan.
(vit/fay)