Tidak Mudah Jika Surakarta Menjadi Daerah Istimewa

Tidak Mudah Jika Surakarta Menjadi Daerah Istimewa

- detikNews
Rabu, 15 Des 2010 09:54 WIB
Jakarta - Tuntutan untuk menjadi daerah istimewa seperti Yogyakarta diserukan abdi dalem Kasunanan Surakarta. Meski dalam sejarah, status itu pernah melekat di Surakarta, namun tidak mudah jika status itu diberikan lagi kini.

"Ada hambatan untuk mendukung gagasan itu, dan ini juga tidak mudah," kata sejarawan Prof Dr Djoko Suryo dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (15/12/2010).

Di awal-awal bulan Republik ini berdiri, Surakarta memang pernah diakui menjadi daerah istimewa. Menurut Djoko, status itu melekat sejak sekitar September-Oktober 1945. Sebelumnya, Pakubuwono XII mengeluarkan maklumat 1 September 1945 yang isinya antara lain menyatakan, Negeri Surakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi kemudian dalam perjalanan sejarah, ada yang membedakan nasib Surakarta dan Yogyakarta, terjadi peristiwa, yakni terjadi gerakan-gerakan revolusi sosial yang merupakan gerakan antiswapraja (antifeodalisme)," sambung staf pengajar UGM itu.

Gerakan antiswapraja itu muncul pada sekitar Oktober 1945 hingga Maret 1946. Gerakan serupa juga muncul di Sumatera Utara dan daerah pesisir pantai utara yakni Brebes, Tegal dan Pemalang.

Kelompok itu bahkan menculik dan membunuh Pepatih Dalem Kasunanan KRMH Sosrodiningrat. Orang-orang yang pro terhadap gerakan antiswapraja kemudian menduduki posisi bupati. Pada Maret 1946, Pepatih Dalem yang baru yakni KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh. Pada bulan berikutnya, pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama.

"Saat itu Surakarta menjadi kacau. Kala itu, yakni pada Januari 1946, Yogyakarta menjadi ibukota Republik," sambung Djoko.

Daerah Istimewa Surakarta (DIS) kemudian dibubarkan lantaran banyaknya kasus penculikan dan kekerasan terhadap sejumlah pejabat Kasunanan. Pemerintah kemudian menjadikan daerah itu sebagai daerah pemerintahan residensi, karenanya terbentuklah Karesidenan Surakarta.

"Saat itu pimpinanya Residen dan bukan lagi dari Keraton," ucap Djoko.

'Kecelakaan' lah yang membuat Surakarta kehilangan status istimewanya. Di Yogya, yang juga menyatakan bergabung dengan NKRI, gerakan antiswapraja tidak ada. Situasi di Yogya cenderung kondusif lantaran tidak ada syakwasangka atau prejudice terhadap Sultan dan Paku Alam.

Djoko berpendapat, kala itu Sunan di Surakarta masih muda sehingga tidak sesigap Sultan di Yogya di awal-awal bergabungnya dengan Republik ini. Sehingga muncul ketidakpuasan dari gerakan antiswapraja.

"Sayang dulu terjadi peristiwa semacam itu yang membuat istimewanya dihapus. Ini ada kesulitan sekarang. Dulu pernah dihapus lalu sekarang diminta kembali. Ini jadi persoalan baru," sambung dia.

Apalagi sekarang ini di Kasunanan Surakarta terjadi perpecahan yang terlihat dari adanya dua pemimpin. "Soal ini apakah mereka satu suara? Banyak hambatan untuk mendukung gagasan ini," tutup Djoko. Sekadar diketahui, dua orang yang sama-sama mengklaim sebagai Paku Buwono XIII adalah Tedjowulan dan Hangabehi.

Selasa (14/12) kemarin, puluhan orang dari Komunitas Masyarakat Pendukung (KMP) Daerah Istimewa Surakarta (DIS) menggelar aksi mendukung keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mereka juga menuntut agar Surakarta kembali menjadi Daerah Istimewa Surakarta (DIS) seperti pada tahun 1945.

Aksi ini diprakarsai para abdi dalem Kasunanan yang berasal dari wilayah Klaten, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Sragen dan Wonogiri. Alasannya saat Indonesia merdeka, kerajaan di Yogyakarta dan Surakarta menyatakan diri bergabung kepada Republik Indonesia.

Hal itu dilakukan oleh Ingkang Sinuhun Susuhunan Paku Buwono XII. Pemerintah Indonesia waktu itu kemudian mengakuinya seperti yang tercantum dalam maklumat 1 September 1945 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno. (vit/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads