"Kekayaan Kartini berasal dari kantor hukum Kartini dan perusahaan obat 'Tempo Scan' yang dikelola anaknya, Handojo," tulis Forbes seperti dikutip detikcom dari forbes.com, Jumat (3/12/2010).
Sayang, Senin lalu (29/11/2010) Kartini enggan bersaksi dengan alasan sakit dan menua, usianya menapak 80 tahun. Jaksa Fachrizal pun membaca pengakuan Kartini yang diperas Bahasyim Assifiie sebanyak Rp 1 miliar. Nilai itu jauh dari kekayaan Kartini yang ditaksir Forbes mencapai US$ 840 juta pada tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perjalanan sidang Bahasyim, Kartini diketahui menduduki komisaris di perusahaan obat 'Tempo Scan' yang berkantor di gedung Bina Mulia, jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Selain itu, Kartini mempunyai kantor hukum di kawasan Gunung Sahari.
Perempuan tersebut juga sempat menjadi anggota wali amanah Universitas Indonesia (UI). Saat menjadi wali amanah inilah, Bahasyim mulai mengenal Kartini.
"Dia wali amanah saya, saya mengambil program doktor di UI. Sudah akrab. Tapi tidak ada urusan apa-apa (selain pertemanan)," cetus Bahasyim saat sidang.
Menurut jaksa, pada tahun 2005, Kartini dimintai sumbangan perbaikan kantor oleh Bahasyim sebanyak Rp 1 miliar. Uang itu lalu ditransfer di Bank BCA yang berada di Bina Mulia.
"Itu uang untuk pinjaman modal perusahaan," kelit anak Bahasim, Kurniawan Arifka di persidangan.
Bahasyim merupakan pejabat eselon III di Ditjen pajak. Pada periode 2004-2010, dia menjabat Kepala Kantor Pajak (KPP) Jakarta VII, Jakarta Koja, Jakarta Palmerah serta diperbantukan di Bappenas.
Selama periode 6 tahun itu, lalu-lintas rekening Bahasyim mencapai Rp 932 miliar. Sebagian besar duit tersebut diparkir di rekening istrinya, Sri Purwanti dan anaknya yang masih belia, Winda Arum Hapsari (26 tahun).
"Itu uang hasil bisnis ekspor-imporย ikan dan daging," kelit Bahasyim kepada petugas bank BNI yang bersaksi di pengadilan.
(Ari/ndr)