"Itu kan hanya bermanis muka. Seperti macam ompong. Kalau cuma jadi simbol, nggak mau tho rakyat," ujar Prabu dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (3/12/21010).
Kini, dia masih menunggu masa depan RUU Keistimewaan DIY yang hingga kini masih berada di tangan pemerintah. Kepemimpinan di Yogya ini, lanjutnya, seharusnya tidak diubah. Karena bila diubah maka tidak sejalan dengan sejarah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikatakan dia, pengisian jabatan gubernur DIY yang identik dengan sultan memakai demokrasi budaya, yakni kombinasi paugeran adat internal dengan aturan hukum formal tentang syarat-syarat ketentuan gubernur. Dia mengusulkan, dalam PP diatur mekanisme kontrol 5 tahunan atas gubernur dan wagub untuk ditetapkan kembali setelah mendapat persetujuan DPRD serta pemberian ruang untuk hal teknis melalui Perda Istimewa.
"Hal-hal lain yang bersifat teknis cukup diatur PP dan Perda Istimewa. Dalam hal ini berlaku asas lex spesialis derogat lex generalis dalam hal pilgub dan kedudukan Gubernur DIY," terang Prabu.
Dituturkan dia, sejarah pembentukan DIY telah diamanatkan dalam proklamasi 17 Agustus 1945. Pembentukan DIY kemudian diatur dalam UU No 3/1950, amanat Sultan HB IX tertanggal 5 September 1945 dan amanat Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945.
Sedangkan terkait kepala pemerintahan ada dalam piagam kedudukan 19 Agustus 1945. Piagam ini diberikan Presiden Indonesia Soekarno kepada Kepala Negara di daerah Yogyakarta yakni Sultan HB IX dan Pangeran PA VIII. Piagam ini merupakan jaminan status istimewa bagi kedua kepala kerajaan yang telah bergabung dengan Indonesia.
Berikut ini bunyi piagam yang dikeluarkan Soekarno untuk Sultan HB IX:
Piagam Kedudukan Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX
Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan: Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedudukannya, Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagian daripada Republik Indonesia.
Diterangkan Prabu, ada 3 keistimewaan DIY yakni sejarah pembentukan pemerintahan DIY dalam NKRI, bentuk pemerintahan DIY setingkat provinsi yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Keistimewaan ketiga, kepala pemerintahan DIY dijabat Hamengku Buwono dan Paku Alam.
"Landasan hukumnya adalah UUD 1945, UU No 3/1950 (tentang Pembentukan DIY) dan UU No 32/2004 (tentang Pemerintahan Daerah) dengan tetap melaksanakan demokrasi yang diatur sesuai sila 4 Pancasila atau musyawarah mufakat melalui badan legislatif," tutur Prabu.
Sementara itu, draf RUUK DIY yang dipegang Kemendagri pada pasal 11 menjelaskan:
Parardhya Keistimewaan Yogyakarta adalah lembaga yang terdiri dari Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai satu kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai simbol, pelindung dan penjaga budaya, serta pengayom dan pemersatu masyarakat DIY.
Sedangkan pasal 21 ayat 3 berbunyi:
Pemilihan gubernur dan wakil gubernur dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan.
Pasal 22 ayat 2:
Parardhya dapat mengusulkan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur.
Pasal 23 poin c:
Melakukan konsultasi dengan Parardhya untuk urusan-urusan sebagaimana dimaksud pasal 5 ayat (2).
(vit/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini