Dari raut mukanya, kecemasan mulai terlihat saat hujan yang turun semakin deras. Tangan kanannya erat menggenggam sebuah HT (Handy Talky) sambil sesekali memutar tunning diujungnya lalu mendekatkan ke telinganya.
"Kaliurang-kaliurang harap waspada. Perhatian, kaliurang harap waspada, wedus gembel terlihat menuju arah Kali Boyong," ujar pria yang tak dikenalnya terdengar samar-samar dari HT yang dipegangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"HT niki lebih canggih dibanding HP (Hand Phone). Nek HP kan perlu ngisi pulsa, kalau HT kan, ndak, mas," ujar Setio kepada detikcom di kediamannya di penginapan Mulyo 2, Jl Kaliurang Km 20, Pakem Sleman, yogyakarta, Sabtu (31/10/2010).
Di lereng gunung Merapi, warga seolah sudah paham betul kapan saat untuk mengungsi dan kapan untuk tetap tinggal di rumah masing-masing meski gunung Merapi menunjukan aktivitasnya. Bukan lantaran mendapat bisikan gaib atau ditemui makhluk 'penunggu' Merapi, tetapi semua itu dipantau melalui HT.
Meski zaman telah berganti, HT berganti HP (handphone) namun bagi penduduk lereng Merapi, HT tidak tergantikan dengan semua alat komunikasi yang ada saat ini.
"HT kan pakainya frekuensi, kalau HP kan sinyal, belum tentu semua desa sinyalnya bagus mas. Di sini banyak warga yang punya, tapi HP juga punya. Tapi kalau memantau Merapi kita komunikasi lewat HT," terangnya.
Dari HT nya selain terdengar suara yang diyakini sebagai petugas pematau Merapi yang bertugas memberikan info perkembangan aktifitas juga terdengar suara deringan dari seismograf.
"Nek muni mbengung terus koyok niki, berarti wedus gembele iseh metu terus mas. Nek pun mandek berarti pun mboten metu (Kalau bunyi berdering terus artinya awan panas masih keluar. Kalau berhenti berarti sudah tidak keluar)," ujarnya.
Setio memiliki HT sejak 2 tahun, yang dibeli dari temannya di Jakarta seharga Rp 1,3 juta. Menurutnya, HT sangat bermanfaat dalam kondisi Merapi yang tidak menentu seperti sekarang ini.
"Niki sing murah mas, ndak bisa buat ikut ngomong, cuma bisa dengerin mawon," ujarnya sambil menunjukan HT merk Starcom kepunyaanya.
Tak lama berselang, pria dari seberang sana memberi informasi bila wedus gembel telah berhenti. Seismograf yang sejak 7 menit lalu bergetar pun sudah berhenti yang menandakan dirinya tidak perlu menembus derasnya hujan untuk mengevakuasi keluarganya.
"Pun aman bu, rasah ngungsi," teriaknya yang segera disambut gembira oleh sang istri. "Alhamdulillah, pak. Yowis neng ngomah wae (Alhamdulillah pak, ya sudah di rumah saja," jawab sang istri dari balik pintu.
Dan hujan deras yang turun pun tinggal di syukuri keluarga kecil di lereng Merapi ini tanpa was-was. "Dua tahun lagi subur lemahe (dua tahun lagi tanahnya subur)," ujarnya lirih.
(her/irw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini