Buku 'Duri: Tanah Air Baru Amerika' Beredar di Pekanbaru

Buku 'Duri: Tanah Air Baru Amerika' Beredar di Pekanbaru

- detikNews
Selasa, 19 Okt 2010 15:07 WIB
Pekanbaru - Sebuah buku berjudul ‘Duri: Tanah Air Baru Amerika’ diluncurkan dan beredar di Pekanbaru, Riau. Buku tersebut menceritakan bagaimana sepak terjang perusahaan minyak raksasa PT Caltex Pacifik Indonesia yang kini berganti nama Chevron Pacifik Indonesia (CPI) di Duri, Riau.

Buku tersebut ditulis oleh Agung Marsudi D Susanto, tokoh masyarakat lokal. Dia juga menjabat Ketua Rukun Tetangga (RT), di Kelurahan Pematang Kudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Buku yang sampulnya didominasi warna putih dan bergambar bendera Amerika itu terdiri dari 199 halaman tanpa foto. Di balik sambul halaman belakang, menampilkan wajah penulis dan sekelumit biodata singkat tentang dirinya.

Dalam bukunya, Agung menulis PT CPI menjadikan Duri sebagai tanah air baru Amerika. Dia juga membeberkan sejumlah kebijakan PT CPI yang dianggap menyalahi sejumlah aturan pemerintah. Misalnya saja, disebutkan adanya skandal pendidikan di lingkungan CPI. Jauh sebelum pemerintah menggelontorkan dana BOS, sebenarnya PT CPI telah lebih dulu menggelontorkan uang ke sekolah Yayasan Pendidikan Cendana (YPC) milik mereka sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agung menilai pemberian dana ke Yayasan Cendana ini sangat berlebihan. Tercatat pada tahun 2004 dan 2005, PT CPI menggelontorkan duit ke Yayasan Cendana sekitar Rp 60 miliar.

Yang menjadi masalah, dana sumbangan ke YPC itu merupakan dana cost rocovery, yakni dana yang diberikan akan diminta kembali ke pemerintah Indonesia.  PT CPI juga memberikan bantuan ke American School di tahun yang sama senilai Rp 50 miliar.

"Ini jelas menyakiti hati masyarakat Indonesia karena segala bantuan sebesar itu hanya diberikan kepada sekolah di lingkungan perusahaan PT CPI. Padahal dana yang diberikan itu merupakan dana milik masyarakat Indonesia," tulis Agung dalam bukunya.

Dana untuk YPI dan America School ini dianggap tidak wajar.Sebab dana cost recovery hanya diperuntukan biaya operasi yang berhubungan dengan kegiatan produksi minyak. Masalah sumbangan bantuan ini juga sudah menjadi temuan BPK RI tahun 2004-2005. Sayangnya temuan itu tidak ada tindak lanjutnya untuk dilakukan pengusutan secara tuntas.

"Pemberian beasiswa maupun sumbangan pada sekolah tersebut, tidak terkait baik langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan operasional PT CPI. Jadi tidak layak biaya tersebut menjadi tanggungan pemerintah yang masuk dalam cost recovery," kata Agung.

Agung juga menggambarkan bagaimana kawasan Kota Duri seakan menjadi negara dalam negara. Di kawasan ini terdapat komplek perkatoran PT CPI dan perumahan karyawan serta sekolah. Namun komplek ini seakan menjadi kawasan yang sulit untuk dapat diakses masyarakat.

Di kompleks terjadi jurang pemisah antara rakyat jelata dengan karyawan PT CPI yang hidup mewah. Pengamanan kawasan itu juga super ketat. Masyarakat tidak akan bisa melintas di jalan perusahaan yang notabene dibangun dengan dana cost recovey.

Wilayah Duri memang merupakan ladang minyak yang cukup besar di tanah air.  30 persen produksi minyak mentah Indonesia ada di tempat ini. Itu sebabnya, di kantor CPI di Duri, terdapat aplikasi teknologi super canggih. Di situ tersuguh teknologi multidimensi, yang disebut dengan IVCC ( Immerse Visualization and Computation Center). Sebuah ruangan tiga dimensi yang digunakan untuk persentasi dan koferensi jarak jauh, terkoneksi dengan 124 jaringan dunia. Alat canggih ini merupakan salah satu yang dimiliki PT CPI, satu dari 2 negara setelah Amerika dan Eropa.

"Alat itu berharga puluhan miliar rupiah didanai uang rakyat Indonesia, karena merupakan bagian dari cost recovey yang harus dibayar pemerintah Indonesia," imbuh Agung.


(djo/djo)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads