"Permohonan Pemohon tidak beralasan hukum, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Mahfud MD, saat membacakan putusan didampingi delapan hakim konstitusi di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat, (15/10/2010).
Dalam pertimbangannya, menurut Mahkamah, soal perubahan usia pensiun seorang pejabat adalah ranah legislative review, seperti halnya perubahan usia Hakim Agung dari 65 tahun atau 67 tahun menjadi 70 tahun atau usia pensiun Jaksa dari 58 tahun atau 60 tahun menjadi 62 tahun. Hal ini sebagaimana dipertimbangkan di atas, bukan ranah judicial review (uji materi UU).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menentukan, yakni "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Pasal 28A UUD 1945 juga yang menyatakan, "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya."
Menurut Pemohon, selama seseorang masih sehat rohani dan jasmani semestinya dapat diperpanjang masa baktinya supaya dapat mencari penghidupan dari pekerjaannya. Atas permohonan ini, MK berpendapat bahwa soal usia pensiun, atau berakhirnya masa jabatan, semua instansi telah diatur masing-masing dengan peraturan perundang-undangan.
MK berkesimpulan, bahwa ketetapan pembentuk undang-undang mengenai batas usia pensiun seseorang pejabat adalah suatu kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Sehingga, berapa pun usia pensiun yang ditetapkan tidak dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang tidak konstitusional.
"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah menilai permohonan Pemohon tidak beralasan," kata hakim konstitusi.
(asp/anw)