Saat itu, 14 November 2009, tepat peringatan ulang tahun ke-64 korps Brimob. Imam Sudjarwo menjabat sebagai Kepala Korps Brimob berpangkat irjen. Tak urung, spanduk itu memicu pro kontra karena bertepatan dengan "perseteruan" KPK vs Polri terkait kasus Bibit-Chandra.
Banyak yang menduga pemasangan spanduk itu terkait dukungan Brimob kepada BHD. Saat itu BHD banyak mendapat 'serangan' dalam konflik dengan KPK. Apalagi berhembus kabar, karena kasus itu pula Polri diisukan retak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nyaris setahun kemudian, Imam Sudjarwo yang telah berbintang tiga, menjadi calon Kapolri. Nah, banyak pihak kemudian yang mengkait-kaitkan pencalonan ini dengan kedekatan dan kesetiannya kepada BHD. Benarkah?
Mabes Polri saat merespons isu ini menegaskan, penunjukan Kapolri sepenuhnya dilakukan berdasarkan mekanisme di tubuh kepolisian.
"Kita sudah punya sistem, tidak ada yang ditutupi. Masalah pencalonan kapolri ada mekanismenya," kata BHD di Lapangan Bhayangkara, Jl Trunojoyo, Jaksel, pada Rabu (8/9) lalu.
BHD meminta masyarakat memahami proses pencalonan Kapolri karena sudah ada aturan yang mengatur. "Begitu sudah dikirim ke Presiden, nanti presiden akan menentukan, itu kan terbuka siapa calon yang maju sampai dengan fit dan proper test. Terbuka nggak ada yang tertutup," jelasnya.
Pendapat berbeda disampaikan pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar. Faktor kedekatan seorang calon Kapolri dengan Kapolri yang menjabat bisa menjadi patokan.
"Saya kira ini bisa menjadi indikator," ujar Bambang Widodo Umar saat dihubungi detikcom, Selasa (21/9/2010).
Namun Bambang menjelaskan, pemilihan calon Kapolri bagaimanapun mesti berdasarkan seleksi yang tepat. Bukan berdasarkan ukuran subyektif. "Harus ada standardisasi dalam seleksi, mesti ada sistem yang menentukan," ujar pensiunan perwira menengah Polri ini. (ndr/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini