Kisah pada Selasa (17/8) malam ini diceritakan oleh Profesor Bustanul Arifin yang sedang berkumpul bersama keluarga di Komplek Perdatam Ulujami. Menurutnya, kompleks itu sering kebanjiran setelah Pasar Cipulir disulap mejadi pusat belanja moderen. Saat kejadian, keluarga Bustanul baru saja selesai buka puasa bersama dan bersiap tarawih.
"Di dekat musholla, ada anak kecil lari-lari teriak-teriak 'tanggul jebol..tanggul jebol', dan air memang sudah meluber ke jalan. Dalam sekejap 15 menitan, air terus meninggi sedengkul, sepaha dan seterusnya," ujar Bustanul lewat surat elektronik kepada detikcom, Rabu (18/8/2010).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Air berombak besar sekali. Tahunya, ada dua mobil lewat di tengah banjir untuk diselamatkan," tambahnya.
Saat kejadian tersebut, Bustanul sibuk menyelamatkan barang-barangnya. Fokus utama adalah peralatan elektronik, buku-buku, arsip, sofa dan alat tidur. Sementara, persediaan makanan disimpan dalam sebuah panci dan tas plastik.
"Opor, ayam goreng, tempe, krupuk, blewah, dan sebagainya yang ada di atas meja langsung dimasukkan ke panci dan tas plastik, diangkut ke mobil, yang sudah dulu diselamatkan ke tempat yang agak tinggi. Air cepat sekali masuk halaman rumah mertua. Warga lain, terutama yang di lembah dekat Sungai Pasanggrahan juga panik mengangkut pakaian, dokumen, buku dan lain-lain," paparnya.
Sekitar pukul 22.00 WIB, keluarga Bustanul kemudian mengungsikan keluarga ke rumah di kawasan Bintaro. Sebagian anggota keluarga lain masih berjaga di rumah untuk melihat perkembangan banjir.
"Kabarnya, sesaat saya pulang, listrik sengaja dipadamkan oleh PLN karena takut membawa akibat yang lebih buruk. Perahu karet dari Tim SAR kabarnya sudah tiba di lokasi, mengangkut para korban yang terjebak di rumah masing-masing," tutupnya.
(mad/nrl)











































