"Besaran pulau es yang pecah saat ini tidak terlalu berpengaruh, kecuali pecahan esnya sebesar Amerika, itu baru mengancam," kata peneliti perubahan iklim dari University of Hamburg, Dr Armi Susandi, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (12/7/2010).
Secara umum, pecahan es tersebut akan berdampak pada peningkatan volume air laut di sekitar perairan yang dilalui pulau es. "Volume di Indonesia sendiri tidak terlalu besar, jadi tidak terlalu berpengaruh," jelas akademisi ITB itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena ada perubahan iklim tentunya ekosistem di sana akan berpindah. Akibatya pola penangkapan nelayan akan berubah dan dampak lainnya nelayan itu akan memerlukan cost tambahan," ujarnya.
Lalu, apa dampaknya secara langsung kepada wilayah tropis seperti Indonesia?
"Bukan volume air laut yang harus diwaspadai, tapi perubahan cuaca yang terjadi sekehendak alam," jawab Armi.
Perubahan cuaca tersebut, imbuh Armi, adalah terjadinya perubahan cuaca secara ekstrem. Ia mencontohkan di Indonesia yang seharusnya memasuki transisi musim kemarau ke hujan justru terjadi di luar prakiraan.
"Di wilayah sub tropis hujan akan banyak, dan Indonesia akan mengalami kering karena awan yang membawa uap air berpindah ke wilayah sub tropis seperti Pakistan. Ini yang harus kita waspadai," tuturnya.
Armi mengklaim terlepasnya pulau es salah satunya disebabkan oleh pemanasan global, di mana air dengan suhu tinggi masuk ke dalam rekahan gletser. "Pemanasan global makin mempercepat proses pecahnya gletser," ujar Armi.
Selain berdampak pada bertambahnya volume air di sekitarnya, pulau tersebut dikhawatirkan menganggu aktivitas kapal-kapal yang berada di sekitarnya. (ahy/nrl)