Di atas gedung berwarna hijau tersebut, Pong Harjatmo mencoret-coret dengan tulisan adil, jujur dan tegas. Tindakan nekat Pong dilakukan lantaran dia gemas dengan DPR yang sering bolos, serta banyak kerjaan yang belum terselesaikan.
"Nggak pernah ada penyelesaian masalah seperti kasus Century, soal masalah tabung gas meledak. Ditambah lagi sekarang banyak anggota Dewan yang membolos," kata Pong saat dibawa ke pos Pamdal di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara menurut anggota DPR dari PDIP, Ganjar Pranowo, bisa dipahami kekecewaan Pong terhadap Dewan. Namun selayaknya tidak diwujudkan dalam bentuk mencoret-coret, karena masih banyak cara lain yang bisa dilakukan.
"Sampaikan saja, misal dengan RDP (rapat dengar pendapat). Tanpa harus mencoret. Namun demikian, kami menyadari bahwa itu bukti kegelisahan publik," kata Ganjar saat dihubungi detikcom.
Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Eryanto Nugroho, aksi ini dianggap sebagai teguran keras untuk wakil rakyat dan ekspresi dari kemarahan publik.
"Ini merupakan satu lagi teguran kritis tambahan dari sekian banyak teguran rakyat untuk Dewan," katanya.
Aksi nekat Pong mendapat sambutan meriah. di Twitter, Pong dielu-elukan oleh para Tweept. Bahkan, Pong sempat menjadi trending topic.
Atas aksi 'nakal'-nya ini, Pong dihadiahi akut Twitter oleh komunitas blogger dalam 'Obrolan Langsat' Jumat malam. "Jadi malam ini, resmi Mas Pong diberikan hadiah Twitter, nama twitternya @maspongh. Silakan difollow," kata pemandu Obrolan Langsat, Wicaksono yang biasa dikenal Ndorokakung.
Menurut pengamat, aksi Pong ini akan diikuti oleh pong pong lain jika DPR tidak segera merespons dengan menunjukkan kinerja yang baik. Malahan, aksi lebih nekat mungkin saja akan dilakukan.
Pong adalah salah satu dari sekian banyak masyarakat yang tidak terwakili suaranya di DPR. Kalau DPR masih saja 'ompong', jangan salahkan rakyat jika meniru gaya Pong.
"Kalau tidak introspeksi, tidak berubah, mungkin saja akan ada Pong lainnya," ujar pengamat komunikasi dari LIPI Rusdi Muchtar.
(anw/mei)