"Ini jadi dasar hukum yang kuat bagi hakim lain untuk memutus. Yurisprudensi ini bisa diikuti oleh hakim-hakim lain di seluruh Indonesia," kata pengamat hukum perdata Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Antonius Sidik saat berbincang dengan detikcom, Kamis (29/7/2010) pagi.
Menurut Anton, sistem hukum di Indonesia tidak mengenal sistem yurisprudensi sebagai landasan hukum yang mengikat. Sistem ini hanya dikenal di negara anglo-saxon seperti Inggris dan Amerika Serikat. Tapi, jika ada hakim yang memenangkan pengelola parkir, menjadi sia-sia ketika konsumen memohon keadilan ke MA. Oleh karenanya, jika ada masyarakat yang di kemudian hari dikalahkan, dia menganjurkan mengajukan kasasi ke MA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alhasil, menurut Pembantu Dekan III Fakultas Hukum ini, putusan parkir ini merupakan langkah fenomenal. MA telah mengakui hak-hak masyarakat yang melandaskan UU Perlindungan Konsumen dan mengacu kepada asas-asas hukum perdata. "Jadi putusan MA ini menjadi landasan hukum yang kuat untuk diikuti bagi hakim-hakim lain di seluruh Indonesia," bebernya.
Putusan MA yang keluar baru-baru ini berdasarkan permohonan PK Nomor 124 PK/PDT/2007 yang diajukan oleh PT SPI. PT SPI meminta PK atas putusan kasasi yang memenangkan konsumennya, Anny R Gultom, untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Tapi MA menolak permohonan PT SPI.
Atas putusan ini, PT SPI menolak memberikan komentar. "No comment. Saya no comment," kata Corporate Affair PT Securindo Packatama Indonesia (Secure Parking) Toni Tjuatja saat dihubungi detikcom, Rabu (28/7/2010).
(asp/nrl)