"Ketika berusia 50 tahun, Muhammadiyah sudah menjadi gerakan nasional. Sekarang ini di usia 100 tahun, Muhammadiyah harus jadi gerakan mondial sehingga harus siap berperan ditingkat nasional maupun global," kata anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sudibyo Markus kepada wartawan di sela-sela acara Sidang Tanwir di gedung Asri Medical Center (AMC), Jalan Cokroaminoto, Yogyakarta, Kamis
(1/7/2010).
Dia mengatakan saat ini Muhammadiyah dikenal sebagai persyarikatan yang berhasil mengembangkan amal usahanya seperti rumah sakit, sekolah dan panti asuhan. Namun yang perlu dikonsolidasikan dan diteguhkan kembali adalah Muhammadiyah sebagai gerakan civil society yang mandiri bisa diwujudkan. "Itu salah satu yang perlu dikonsolidasikan," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Belum well coordinated, masih ada unsur primordialismenya. Manajemen terpadu bisa diterapkan di semua amal usaha. Selama ini ciri-ciri primordialisme itu masih kuat. Seakan-akan majelis ini berdiri sendiri, majelis ini juga berjalan sendiri dan lain-lain. Ada rumah sakit yang kurang serasi dengan pimpinan daerah, banyak ciri primordial yang perlu kita integrasikan," katanya.
Menurut Sudibyo, pimpinan Muhammadiyah ke depan sebaiknya merupakan gabungan unsur yang bisa mendukung tercapainya program-program itu. Ada pimpinan dari unsur ulama, akademisi, generasi senior maupun generasi yunior. "Komposisinya seimbang," katanya.
Ditanya mengenai hubungan dengan pemerintah, dia menegaskan Muhammadiyah sebagai gerakan masyarakat sipil itu harus tetap berciri mandiri dan kritis. Jauh atau dekat dengan pemerintah itu bukan ukurannya.
"Kita bisa dekat, bisa juga jauh. Seperti zaman Bung Karno, dia dulu orang muhammadiyah tapi malah orang Muhammadiyah banyak yang dibui. Ukurannya bukan itu tapi kita kritis. Kritis dalam bermitra dan kita tetap bermitra dengan pemerintah. Politik Muhammadiyah itu seperti yang dikatakan ketua umum bahwa politik Muhammadiyah itu adalah politik kebangsaan bukan politik praktis," ujar dia.
(bgs/anw)