Tak terkecuali Rahman (29) warga Bekasi yang sedang butuh kompor listrik. "Saya memang sedang cari kompor listrik, jadi sekalian lihat," katanya menceritakan pengalamannya kepada detikcom, Sabtu, (19/6/2010).
Alhasil, Rahman pun disambut dengan sangat sopan salah satu pramuniaga, Sihombing. Lantas dia pun kaget ketika diberitahu harga kompor listrik senilai Rp 9,9juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rahman langsung berhitung. Harga kompor Rp 10 juta plus home theater Rp 7 juta. Harga 17 juta tersebut cuma dibeli Rp 7 juta, berarti hemat Rp 10 juta.
"Kami juga akan memberikan bonus panci seharga Rp 500 ribu," tambah pramuniaga berbadan tinggi tersebut.
Sepintas, Rahman sedikit terpengaruh. Sambil basa-basi mengalihkan perbincangan, Rahman mengambil gadgetnya dan mencari melalui internet merk produk tersebut. Dia kaget, ternyata produk tersebut bermasalah.
Diceritakan dalam puluhan blog, seorang konsumen yang membeli dengan sistem
penjualan tersebut mengadu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. BPSK menyatakan pemegang merk kalah dengan kewajiban mengembalikan total uang konsumen.
"Nah, anehnya, produsen ini bukannya mematuhi keputusan BPSK, tapi banding
ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan lagi-lagi kalah," cerita Rahman.
Lantas, buru-buru Rahman mengurungkan niatnya. Nyaris transaksi terjadi karena kartu kredit hampir berpindah tangan. Alhasil, uang Rp 7 juta pun terselamatkan.
"Dipikir, janggal juga. Kan saya mau beli kompor gas, kok harus beli home theater. Setelah saya cek ke website, harga total jenis barang tersebut tak sampai Rp 7 juta. Dan merek tersebut juga bukan merek berkelas," terangnya kepada detikcom seraya bergegas pergi kembali keliling PRJ.
(asp/gus)