"Hendaklah yang menjadi imam itu yang pandai membaca Al-Quran, yang ahli fiqih, dan yang pandai di antara kamu," kata KH Husein Muhammad yang juga Sekretaris Komisioner Komnas Perempuan, Jumat (11/6/2010).
Dia beranggapan, tidak masalah seorang perempuan menjadi imam. Asalkan sesuai dengan kualifikasi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Argumentasi teologis yang diungkapkan Husein yakni Al-Quran tidak menyebutkan soal tersebut, dan yang kedua kemampuan kualifikasi individu bukan dari jenis kelamin.
"Ada hadistnya yang menyatakan perempuan pernah menjadi imam bagi makmum laki-laki. Rujukannya, Ummi Waroqoh binti Naufal, dan Nabi memerintahkan Umi Waroqoh mengimami anggota keluarganya. Anggota keluarga itu ada laki-laki, tapi memang disebutkan laki-lakinya sudah usia tua, dan pembantu," terang Wakil Direktur Puan Amal Hayati ini.
Kekhawatiran perempuan menjadi imam, duganya, karena mungkin perempuan dapat menimbulkan problem yang menganggu salatnya laki-laki. Karena melihat fisik sang imam, salatnya menjadi terganggu.
"Ini soal pandangan saja," tutup Husein yang juga mengasuh pondok pesantren di Jawa Barat ini.
Sebelumya MUI menegaskan bahwa dengan dalil apapun perempuan tidak bisa menjadi imam. Kecuali menjadi imam bagi perempuan dan anak-anak.
(ndr/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini